Hanya karena sentimen pribadi,
seseorang bisa dituduh PKI dan dihabisi. Tiga juta rakyat Indonesia dibunuh tanpa ada bukti bahwa
mereka adalah simpatisan ataupun terlibat PKI. Itu terjadi dalam kurun waktu
1965 – 1968. Ada yang dibunuh dan ada yang hilang tanpa jejak sampai kini. Fitnah
merajalela sampai ke berbagai pelosok daerah. Bali menjadi salah satu daerah dengan penyembelihan terganas terhadap
pihak yang dituduh simpatisan dan anggota PKI. Ada 80 ribu hingga 100 ribu
tewas di Bali. Pulau Dewata banjir darah, menjadi ladang pembantaian manusia
yang tak berdosa.
Ada korban yang ditangkap dan langsung dibunuh di depan
rumahnya disaksikan anak dan istrinya. Ada
pula yang jenazahnya dimutilasi tentara di depan khalayak ramai di Desa
Kapal, Badung, pada 16 Desember 1965. Para perempuan yang dituding sebagai PKI
dizinahi secara paksa oleh algojo yang sangat menyeramkan. Widagda, algojo dan
pemerkosa itu, divonis Pengadilan Negeri Denpasar tiga tahun penjara pada 1967.
Gubernur Bali Sutedja adalah salah satu yang hilang tak
tentu rimbanya sampai kini. Puri di Kabupaten Jembrana milik keluarga Sutedja
dirusak dan 16 orang keluarganya tewas dibunuh pada Oktober – Desember 1965. Setelah
empat puluh tahun masa pencarian, akhirnya Keluarga Besar Puri Agung Djembrana berkesimpulan:
Gubernur Sutedja telah meninggal.
Pemakamannya dilakukan secara simbolis pada 23 Juli 2006 di Kabupaten Jembrana.
“Beliau tidak pernah terlibat partai apa
pun, baik sebagai pribadi maupun pejabat. Saya tidak tau apakah beliau masih
hidup atau sudah meninggal. Bila sudah meninggal, dimanakah makamnya? Saya
tidak tau,” kata Agung, putera Sutedja, dalam acara peluncuran buku ‘Kisah
Penculikan Gubernur Bali Sutedja, 1966’. Buku itu ditulis Aju, wartawan Sinar
Harapan, dan diluncurkan di LBH Jakarta pada 1 Oktober 2015. Ibu Nursyahbani Katjasungkana dan Komnas HAM ikut membahas buku ini.
|
Tulisan tangan Agung, putera Gubernur Sutedja |
|
Nursyahbani Katjasungkana dan Murtini Pendit. Buku Bali Berjuang yang dipegang Nursyahbani adalah karya Nyoman S.Pendit. |
|
Harry P. Haryono, mantan Dubes RI untuk Portugal |
|
Aju, sang penulis buku |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar