Ini sedikit cerita tentang Presiden Soekarno yang dituturkan
istrinya, Hartini, kepada Ross T.Nugroho, penulis buku Last Days of Soekarno:
Bapak adalah seorang muslim, menjalankan ibadah shalat.
Setiap bangun pada waktu subuh langsung shalat. Kalau ada tamu, Bapak shalat
berjamaah di istana Bogor. Kalau ada yang mengatakan Bapak bukan Islam,
bagaimana bisa. Parameter apa yang dipakai Suharto untuk mengukur apalagi
menghakimi kadar keyakinan dan agama seseorang.
Setahu saya, Bapak tahu banyak tentang Islam yang
didalaminya selama di penjara. Pada masa-masa itu Injil juga dipelajarinya
sehingga dapat membandingkan Islam dengan agama lain. Pada masa mudanya beliau pernah
tinggal dan berguru pada H.O.S Tjokroaminoto, tokoh Sarekat Islam. Bahkan Bapak
pernah dianugerahi Doktor Honoris Causa oleh Universitas Al Azhar, Kairo, pada
24 April 1960 dalam ilmu filsafat. Kemudian gelar Doktor HC dari IAIN Jakarta
dalam Ushuludin Jurusan Dakwah pada 2 Desember 1963. Disusul Doktor HC dari
Universitas Muhammadiyah Jakarta untuk Falsafah Ilmu Tauhid pada 1 Agustus
1965.
Bapak tak mempunyai guru agama khusus tetapi dekat dengan
banyak ulama dan tokoh-tokoh partai Islam. Bapak justru yang mengajarkan saya
tentang filsafat hidup dan sering mengingatkan saya tentang kematian agar tidak
memikirkan kesenangan duniawi saja. Bapak juga mengajarkan tentang kasih sayang
pada sesama manusia maupun hewan dan alam.
Bapak yang mengajarkan kami untuk tidak menjadi pendendam,
melainkan jadi manusia pemaaf, dan banyak bersyukur kepada Allah SWT. Menurut
saya, pandangan-pandangan demikian itu hanya bisa dimiliki oleh orang yang
beragama, yang percaya dan mengakui kebesaran Tuhan, Allah SWT. Cobalah baca kembali pidato-pidato Soekarno,
selalu ada nama Allah dan kebesaran Tuhan di situ. Selalu.
Bung Karno berjuang sejak belia, mengagumi orang-orang muda
berprestasi yang beretika. Bapak selalu membuka kesempatan seluas-luasnya bagi
kaum muda yang terdidik untuk berperan. Pada masa Bung Karno, ada Arnold
Baramuli yang berusia 20an, belum 30 tahun, yang dipercayakan menjadi Gubernur
Sulawesi Utara dan Tengah. Omar Dani dan Achmad Yani pernah mendapat pendidikan
militer di Amerika Serikat sebelum usia mereka 30 tahun.
Pada masa Bapak, masalah keturunan, etnis, ras, gender, dan
agama tidak pernah dipermasalahkan, karena ini adalah negeri yang ditakdirkan
terdiri atas berbagai keragaman. Ada menteri keturunan Tionghoa. Wajib militer
juga diikuti para intelektual dan profesional keturunan Tionghoa.
Tidak ada perbedaan gender. Kaum wanita sudah diberi peran
penting oleh Bung Karno sejak 1950an, seperti Ibu Woworuntu sebagai
Walikota Menado, Ibu Supeni sebagai Duta Besar Keliling. Juga ada Menteri Maria
Ulfah Santoso. Sudah banyak
wanita sarjana, bahkan ada Bank Sarinah yang semua pegawainya wanita.
Presiden Soekarno dan istri ke-empatnya, Hartini. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar