Tari Srimpi
adalah tari klasik dari Jawa Tengah yang dipertunjukkan oleh penari wanita yang
gerakannya halus, lemah gemulai dari pangkal lengan sampai ujung jari yang
lentik. Begitu pula langkah kakinya luwes penuh pesona wanita Jawa. Tari Srimpi muncul pertama kali pada masa kejayaan kerajaan
Mataram yang diperintah oleh Sultan Agung (1613-1646). Tari ini hanya
dipentaskan di lingkungan keraton sebagai acara ritual kenegaraan sampai
peringatan naik takhta Sultan.
Pada 1775 kerajaan Mataram terpecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan
Surakarta. Di Kesultanan Yogyakarta tari Srimpi digolongkan menjadi tiga, yaitu
Srimpi Babul Layar, Srimpi Dhempel, dan Srimpi Genjung. Di Kasunanan Surakarta
tarian Srimpi digolongkan menjadi dua, yaitu Srimpi Anglirmendhung dan Srimpi
Bondan.
Tari Putri Cina (Srimpi Muncar) adalah tari klasik yang memiliki
kekhususan karena
para penari mengenakan kostum
seperti busana wanita China. Sementara tari Bedaya Srimpi pernah ditarikan
oleh Gusti Nurul, putri Mangkunegoro VII, di istana Noordeinde di Belanda.
Tarian itu merupakan hadiah Mangkunegoro VII untuk Ratu Wilhelmina pada acara
perkawinan anaknya, Putri Juliana, dan
Pangeran Bernhard pada 7 Januari 1937. Gusti Nurul menari di Den Haag diiringi
suara gamelan yang langsung dipancarkan stasiun
radio SRV di Solo. Para penabuh gamelan di Solo secara live memainkan musik untuk mengiringi Gusti Nurul
menari di Belanda. SRV (Solosche Radio
Vereeniging) adalah lembaga penyiaran pertama milik bangsa Indonesia.
Gusti Nurul dan kostum penari Srimpi Muncar (tari Putri China) |
Pada umumnya
tari Srimpi dipertunjukkan oleh empat penari wanita. Komposisi empat penari
merupakan simbol dari empat unsur, yaitu toyo (air), grama (api), angin
(udara), dan bumi (tanah). Meski para wanita menari lemah gemulai, namun
pistol dipakai sebagai properti untuk tari Srimpi Padhelori karya Sultan Hamengku
Buwana VI dan VII. Pistol juga
melengkapi penampilan para penari Srimpi Merak Kasimpir, tari yang diciptakan
oleh Sultan Hamengku Buwana VII. Di balik kelembutan wanita Jawa yang lemah
gemulai, mereka memiliki keberanian mengangkat senjata. Begitu pesan yang ingin
disampaikan dalam seni tari ini.
Begitu
indahnya tari Srimpi sampai jurnalis Rosihan Anwar menulis puisi berjudul Srimpi.
Puisi ini dimuat pada harian Merdeka pada 5 Januari 1946.
Mendayu-dayu bunyi gamelan
Ayu-ayu paras perawan
Lentik-lentik jari tangan
Lemah gemulai gerak badan
Di bawah damai cahaya sandelir...
Sunyi bergetar kalbu penyair
Mendalam damba mesra dan rindu
Kukenangkan lagi mimpi dahulu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar