Presiden RI ke-7, Ir.H.Joko Widodo, dan Presiden RI ke-3, Prof.DR.Ing.H. Bacharuddin Jusuf Habibie |
Presiden RI ke-tiga, Prof. DR.Ing.H.Bacharuddin Jusuf
Habibie, adalah contoh muslim yang baik: cinta ilmu pengetahuan, cinta agama,
cinta tanah air, cinta keluarga, cinta sesama manusia, rendah hati, taat
beribadah, dan toleran terhadap agama lain. Seperti pesawat yang harus
seimbang, beliau menjaga keseimbangan kehidupan dunia dan akhiratnya dengan
baik. “Di Eropa hampir tidak ada masjid, jadi saya salat di gereja,” katanya dalam
sebuah wawancara. Ia rutin berpuasa Senin dan Kamis.
Meski sudah sukses di Jerman,
Prof. Dr.Ing. H.Bacharuddin Jusuf Habibie mau kembali ke tanah airnya untuk
membangun negerinya. Sebelum berusia 40 tahun Habibie sudah menjadi orang
terpandang di Jerman. Ia menjadi Kepala Penelitian dan Pengembangan Analisis
Struktur Pesawat Terbang di Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB) Hamburg sejak
1965. Pengetahuan dan keahliannya membawa Habibie menjadi direktur
teknologi sekaligus penasehat senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB
sejak 1969 sampai 1973. Selama berkarier di MBB Hamburg,
Habibie banyak menyumbangkan hasil penelitian serta ide teori di bidang
termodinamika, konstruksi, serta aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya yang
amat terkenal dalam dunia desain dan konstruksi pesawat terbang adalah Habibie
Factor, Habibie Method, dan Habibie Theorem.
Ia lahir di Parepare, Sulawesi
Selatan, pada 25 Juni 1936 dan kuliah di Rhenisch Wesfalische Tehnische
Hochscule Jerman di bidang desain dan konstruksi pesawat terbang. Pada 1968 ia mengundang sejumlah
insinyur dari Indonesia untuk bekerja di industri pesawat terbang Jerman.
Sekitar 40 insinyur dapat bekerja di MBB atas rekomendasinya. Diharapkan mereka
dapat memiliki pengalaman dan keahlian untuk membuat produk industri dirgantara
di Indonesia.
Presiden Soeharto memanggilnya
pulang ke tanah airnya pada 1973. Ia menjadi Kepala Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi pada 1974. Pada 26 April 1976 ia mendirikan PT Industri
Pesawat Tebang Nurtanio. Ia kemudian menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi
sejak 1978 – 1998 dan memimpin berbagai industri strategis di Indonesia seperti
PINDAD, PAL, dan IPTN (Industri Pesawat Tebang Nusantara yang menggantikan nama
Industri Pesawat Terbang Nurtanio). Pesawat hasil karya bangsa kita adalah
pesawat N-250 yang diluncurkan pada 1995. Ini prestasi yang membanggakan bagi
negara kita. Sebelumnya IPTN memproduksi pesawat CN-235 yang merupakan
kerjasama dengan perusahaan CASSA Spanyol.
Pada 11 Maret 1998 Habibie diangkat sebagai Wakil
Presiden. Dua bulan tujuh hari menjabat sebagai Wakil Presiden, Habibie
kemudian menjadi Presiden ke-tiga pada 21 Mei 1998. Habibie menjadi Presiden
hanya satu tahun empat bulan, karena pertanggungjawabannya ditolak MPR. Namun selama masa kepemimpinannya yang
singkat Presiden Habibie berhasil memberikan landasan kokoh bagi Indonesia.
Pada masa itu lahir UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU
Partai Politik, dan UU Otonomi Daerah.
Dengan adanya UU Otonomi Daerah ini gejolak
disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam. Presiden
Habibie juga memberi kebebasan kepada rakyat untuk
menyalurkan aspirasinya sehingga muncul sekitar 40 partai politik. Pada zaman
Orba hanya ada tiga partai politik.
Presiden Habibie membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang dibui karena
mengritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan
(pemimpin buruh yang dihukum karena dituduh memicu kerusuhan di Medan pada era Orba).
Pada era Presiden Habibie tidak diperlukan lagi Surat Izin Usaha Penebitan
Pers sehingga bermunculan berbagai nama majalah dan koran bagaikan jamur di
musim hujan. Tak ada lagi pembredelan perusahaan pers pada era reformasi.
Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh
independen.
Presiden BJ Habibie mengeluarkan dua
kebijakan terkait etnik Tionghoa, yaitu Inpres No 26/1998 yang menghapuskan
istilah pribumi dan nonpribumi, serta mengarahkan agar semua pejabat
pemerintahan memberikan layanan yang sama terhadap setiap warga negara, dan
Inpres No 4/1999 yang menghapuskan Surat Bukti Kewarganegaraan RI (SBKRI).
Menjelang akhir hayatnya mantan Presiden Habibie dijenguk oleh mantan Presiden Timor Leste Xanana Gusmao |
Dalam masa kepeimpinannya yang sangat singkat lahir tiga undang-undang yang
demokratis: UU tentang Partai Politik, UU
tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR, dan
UU tentang Pemilu. Lembaga pemilu berada di bawah Menteri Dalam Negeri
pada zaman Presiden Suharto diubah menjadi lembaga yang independen pada zaman
Presiden Habibie. Juga dalam masa
kepemimpinan Habibie dilakukan referendum di Timor Timur. Hasilnya: rakyat di
provinsi itu memilih ke luar dari Indonesia. Timor Timur kemudian menjadi
negara Timor Leste. “Timor Timur seperti batu di dalam sepatu kita sehingga
sulit bagi kita untuk melangkah maju,” kata Habibie ketika Timor Timur lepas
dari NKRI.
Di bawah kepemimpinan Presiden Habibie keluar Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang
Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua periode.
Meski tak lagi menjadi
Presiden ia tetap dihargai sebagai bapak dan guru bangsa. Indonesia. Nama Prof.
DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie diabadikan sebagai nama universitas di
Gorontalo menggantikan nama Universitas Negeri Gorontalo.
Ainun dan Habibie |
Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto,
Jakarta, pada 11 September 2019, menyusul istri tercintanya, Hasri Ainun
Bestari, yang dipanggil Allah pada 22
Mei 2010. “Dulu saya takut mati. Tapi sekarang tidak lagi karena saya tahu
Ainun telah menunggu saya di sana,” katanya dalam wawancara di televisi. Habibie
sangat mencintai istrinya. Ainun juga sangat
mencintai suaminya. Sebagai seorang istri, ia berprinsip the big you and the
small I. Ia rela melepas kariernya sebagai dokter anak dan memilih berperan di
belakang layar, menjadi ibu rumah tangga tak lama sesudah menikah dengan
Habibie pada 12 Mei 1962. Pasangan ini dikaruniai dua anak, Ilham Akbar dan
Thareq Kemal.
Selama Ainun dirawat di rumah sakit sampai akhir
hidupnya di Muenchen, Jerman, ia selalu didampingi oleh Habibie. Setiap Jumat
pagi Habibie datang ke makam istrinya di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan
membaca surat Yasin. Kisah kasih pasangan harmonis ini diabadikan dalam film
Ainun dan Habibie yang ditayangkan di bioskop pada Desember 2012. Film ini
diangkat dari memoar yang ditulis Habibie berjudul Ainun dan Habibie.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar