Orang Jawa
suka berbohong. Stereotype itu menjadi salah satu pembicaraan dalam Kongres
Kebudayaan (Javaans Cultuur Congres) di Solo pada 1918. Tapi stereotype itu
dibantah justru bukan oleh orang Jawa, melainkan oleh Pastor van Lith yang
terkenal sebagai ahli bahasa dan filsafat orang Jawa. “Orang Jawa bukan suka
berbohong, melainkan tidak suka berterus terang karena tak ingin menyakiti hati
orang. Orang Barat tidak dapat menyelami tabiat orang Jawa dalam pergaulan
masyarakat. Di Barat kanak-kanak sampai dewasa dididik dan diberi anjuran lieg
niet, artinya jangan berbohong. Sedangkan anak Jawa sejak kecil diberi doktrin grief niet, artinya jangan menyakiti hati. Misalnya, ada orang yang
keringatnya berbau maka orang Jawa akan mengatakan: ‘Sebaiknya kau minum air kencur
atau mengoleskan kapur sirih di badanmu.
Ramuan itu bisa membuatmu lebih segar.’ Orang Jawa tidak akan berterus terang
mengatakan: 'Kamu jangan dekat saya. Badanmu bau.’ Pada dasarnya manusia tidak senang bila mendengar dari orang lain mengenai kekurangan atau
keburukannya. Tapi bila disampaikan dengan cara yang tidak menyakiti hati, maka
saran yang baik akan diterima dengan rasa terima kasih.”
Franciscus Georgius Josephus Van Lith adalah misionaris dari Belanda. Pertama kali pastor ini datang ke Semarang pada 1896, ditempatkan di Muntilan, Jawa Tengah, sejak 1897 dan menetap di desa Semampir di tepi Kali Lamat. Ia kemudian belajar budaya dan adat Jawa. Ia memperjuangkan status pendidikan orang pribumi dengan mendirikan sekolah dan asrama guru untuk masyarakat di Muntilan yang kini bernama SMA Pangudi Luhur Van Lith. Ia mampu menyelaraskan ajaran Katolik Roma dengan tradisi Jawa sehingga agamanya bisa diterima oleh masyarakat Jawa dan Tionghoa Indonesia.
Pada 14 Desember 1904 Van Lith membaptis 171 orang desa dari daerah Kalibawang di Sendangsono, Kulonprogo. Mereka adalah pribumi pertama yang memeluk agama Katolik. Peristiwa ini dipandang sebagai lahirnya Gereja di kalangan orang Jawa. Lokasi pembaptisan ini sekarang menjadi tempat ziarah Sendangsono.
Frans van Lith lahir pada 17 Mei 1863 di Belanda dan meninggal pada 9 Januari 1926 pada usia 62 tahun. Pada 2016 ia dianugerahi Satyalancana Kebudayaan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Franciscus Georgius Josephus Van Lith adalah misionaris dari Belanda. Pertama kali pastor ini datang ke Semarang pada 1896, ditempatkan di Muntilan, Jawa Tengah, sejak 1897 dan menetap di desa Semampir di tepi Kali Lamat. Ia kemudian belajar budaya dan adat Jawa. Ia memperjuangkan status pendidikan orang pribumi dengan mendirikan sekolah dan asrama guru untuk masyarakat di Muntilan yang kini bernama SMA Pangudi Luhur Van Lith. Ia mampu menyelaraskan ajaran Katolik Roma dengan tradisi Jawa sehingga agamanya bisa diterima oleh masyarakat Jawa dan Tionghoa Indonesia.
Pada 14 Desember 1904 Van Lith membaptis 171 orang desa dari daerah Kalibawang di Sendangsono, Kulonprogo. Mereka adalah pribumi pertama yang memeluk agama Katolik. Peristiwa ini dipandang sebagai lahirnya Gereja di kalangan orang Jawa. Lokasi pembaptisan ini sekarang menjadi tempat ziarah Sendangsono.
Frans van Lith lahir pada 17 Mei 1863 di Belanda dan meninggal pada 9 Januari 1926 pada usia 62 tahun. Pada 2016 ia dianugerahi Satyalancana Kebudayaan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar