Lapangan Banteng di
Jakarta dinamakan Waterlooplein pada zaman Hindia Belanda atau biasa disebut
Tanah Lapang Singa. Di sana ada sebuah sumur yang airnya jernih. Orang Tionghoa
suka mengambil air di sumur itu karena sangat baik untuk menyeduh teh. Juga di
Kampung Lima (Jalan Asem Lama) di Tanah Abang ada sumur yang airnya jernih di pekarangan rumah. Pemilik rumah itu menjual air per tabung (tong) yang
diedarkan dengan gerobak. Air itu sangat laku karena belum ada air leding.
Di kawasan Kota banyak penduduk minum air yang berasal dari
sungai di Jembatan Dua. Air yang dianggap bersih itu dijual dengan harga
sepicis (sepuluh sen) untuk satu kaleng sebesar kaleng minyak tanah. Kaleng-kaleng
itu diedarkan dengan perahu oleh para penjual.
Kalau tak mau membeli air minum, penduduk menyimpan air hujan dalam
tempayan-tempayan Tionghoa yang besar.
Pada musim kemarau sungai-sungai menjadi dangkal. Air minum
dari sungai itu menjadi penyebab munculnya berbagai penyakit, seperti cholera,
typhus, dipteri, dan sebagainya. Epidemi cholera di Batavia amat parah, puluhan
orang meninggal setiap hari karena penyakit ini. Mayat-mayat tak sempat dimasukkan ke liang lahat, banyak
yang dimasukkan ke peti dan diletakkan di sawah di tepi jalan. Penyakit itu
menjalar sampai ke Bogor, Sukabumi, Bandung, dan tempat-tempat lain di
sekitarnya. Sedangkan dokter hanya sedikit, diantaranya dokter mata yang juga
membuka praktik dokter umum bernama Dokter Hoogenstraten. Dokter ini sering
membuat ramuan obat sendiri. Kemudian ada Dokter Paperlard, Dokter Kloon, dan
Dokter Godefroi. Obat cholera dari Dokter Godefroi terkenal kemanjurannya. Lama
kemudian baru ada Dokter Lim Njat Fa di Batavia.
Salah satu warga Bogor, Tio Tek Hong, dan keluarganya
menjadi sangat takut tertular penyakit ini. Mereka pergi ke Sukabumi lalu ke
Bandung tapi penyakit cholera menyusul lebih cepat. Berkat karunia Allah mereka
selamat, namun ada tiga tetangganya yang meninggal karena cholera. Mereka
kemudian kembali dari Bandung ke Bogor. Di Bogor ada pemandian Kota Baru yang
berasal dari sumber air yang
jernih dan dingin. Pemandian itu sangat terkenal dengan dua kolam
renangnya. Sumber air itu digunakan sebagai air minum untuk kota Bogor dan
Batavia. Epidemi cholera kemudian lenyap, lebih dari seratus tahun kemudian
muncul pandemi corona pada 2020.
Foto: Lapangan Banteng yang direnovasi Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dan
diresmikan Gubernur Anies.
Sumber: buku Keadaan Jakarta Tempo Doeloe, Sebuah Kenangan 1882-1959 karya Tio Tek Hong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar