Saya narsis di halaman
istana Cipanas pada 9 Mei 2015. Di tempat inilah Presiden Soekarno berkencan
dengan Hartini, perempuan 28 tahun beranak lima. Suasana istana ini sangat
romantis, sunyi, indah. Udaranya sejuk, tersedia kolam pemandian air hangat di
dalam istana. Pohon-pohonnya sangat rimbun di atas lahan seluas 26 hektare.
Menurut Hartini, Bung Karno sangat romantis. Mereka sering berkirim surat
dengan nama samaran Srihana (Bung Karno) dan Srihani (Hartini). Nama Srihani
kemudian dipakai menjadi nama rumah Hartini di Bogor.
Setelah dua tahun Hartini
kerap menemui Presiden Soekarno di istana Cipanas, mereka menikah 7 Juli 1954
di sini. Pernikahan ke-empat bagi Presiden Soekarno yang ketika itu berusia 53
tahun. “Saya yang melepas jas dan membuka sepatu beliau, mengurus makannya,
menyiapkan perlengkapan mandi dan pakaiannya di kamar mandi. Kami selalu mandi
berdua. Saya sangat menghormati Bapak. Kalau berbicara dengannya, saya selalu
menggunakan bahasa kromo inggil, bahasa Jawa halus, meski di tempat tidur,”
cerita Hartini. “Beliau tak pernah salah menyebut nama saya. Bahkan ketika kami
bercinta, beliau tidak pernah keceplosan menyebut nama wanita lain. Beliau
memang hebat.” Presiden Soekarno masih berstatus sebagai suami Ibu Fatmawati
pada waktu itu.
Hartini sangat menjaga
penampilannya. Tubuhnya langsing, kulitnya halus, dan tumitnya tampak merah
jambu menyembul di balik sarung batiknya. “Saya selalu tampil rapi, tidak mau
rambut saya penuh rol dan muka berminyak di hadapan Bapak. Saya hanya menjadi
acak-acakan di tempat tidur. Saya meratus rambut, luluran, dan minum jamu yang
saya racik sendiri. Sehabis menstruasi saya minum ramuan buatan sendiri berupa
campuran temulawak, kunyit, dan asam. Semua saya lakukan untuk suami saya dan
juga agar masyarakat menilai bahwa saya pantas mendampingi Bapak. Untuk urusan
dandan, Bapak mengajari saya untuk memakai sarung batik dengan benar agar tetap
rapi ketika melangkah.”
Pendidikan Hartini adalah
Sekolah Kepandaian Putri. Agar tidak terlalu jauh jurang pendidikannya dengan
Ir. Soekarno, ia belajar bahasa Inggris dan etiket dari istri Kepala Polisi
Bogor. Seorang guru didatangkan dari Jakarta untuk mengajarkannya tata krama di
meja makan. Presiden Soekarno menasehatinya agar mengambil makanan yang mudah dimakan
saja pada jamuan resmi. Jangan sampai ada potongan rendang terpelanting di meja
atau sulit menggigit daging ayam.“Bapak juga mengajarkan saya untuk banyak
membaca. Beliau sangat luas pengetahuannya. Beliau memberi buku-buku karyanya,
seperti Sarinah, Indonesia Menggugat, dan sebagainya. Kemudian saya dites untuk
mengetahui apakah benar saya sudah membaca buku-bukunya.”
Hartini tak meminta cerai
dari Bung Karno, meski ada lima perempuan lain yang kemudian menjadi istri sang
Proklamator. Ia mendampingi suaminya pada hari-hari terakhir hidup Presiden
pertama kita. Bung Karno kembali kepada Yang Maha Mencintainya pada usia 69
tahun, 21 Juni 1970.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar