Jakarta ditunjuk menjadi tuan rumah
penyelenggaraan Asian Games pada 2018. Ibu kota negara kita pertama kali
menjadi tuan rumah Asian Games pada 24 Agustus – 4 September 1962. Untuk itu dipersiapkan fasilitas olahraga yan memadai dan cukup
representatif. Sebelumnya sarana yang ada di Jakarta hanya stadion Ikada
(Ikatan Atletik Djakarta) di lapangan Medan Merdeka (lapangan Monas sekarang).
Stadion Ikada sudah ada sejak zaman
kolonial Belanda dan pernah dipakai untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-2 pada 1951.
Stadion Ikada dianggap kurang memenuhi syarat
untuk Asian Games. Presiden Soekarno mencari lokasi yang cocok untuk membangun
stadion. Dengan pesawat helikopter Presiden Soekarno mengelilingi kota Jakarta
untuk melihat lokasi yang cocok. Kawasan Senayan kemudian dipilih sebagai
tempat untuk membangun stadion. Hampir semua penduduk di kampung Senayan
dipindah ke kampung Tebet. Sebagian lainnya dipindahkan ke Patal Senayan. Pengosongan
kampung Senayan dimulai pada 1959 dan pembangunan stadion dimulai pada tahun
itu.
Pada waktu itu pembangunan kompleks olahraga di
Senayan seluas 270 hektare adalah usaha konstruksi terbesar di Jakarta sejak
pembangunan Kebayoran Baru. Begitu juga istora (istana olahraga) yang merupakan gedung olahraga tertutup
(indoor ) terbesar di Indonesia. Stadion bisa menampung sekitar 120 ribu penonton.
Kompleks olahraga ini
dibangun oleh arsitek dan kontraktor
dari Uni Soviet (Rusia). Pembangunannya didanai dengan kredit lunak dari Uni Soviet sebesar 12,5 juta dollar AS yang
kepastiannya diperoleh pada 23 Desember 1958. Dengan dana yang cukup besar itu
menjadikan gelanggang olahraga
ini sebagai stadion terbesar
di Indonesia. Tempat duduknya dibuat dari kayu-kayu jati yang kokoh. Jalan
Jenderal Sudirman yang menjadi akses ke daerah Senayan diperlebar dan
diperbagus. Pembangunan jalan ini juga dibantu oleh Uni Soviet. Banyak orang muda
yang mau menjadi relawan dalam Asian Games. Ada yang bertugas memanggil nama-nama atlet untuk
masuk ke lapangan menjelang pertandingan dimulai, ada yang menjadi penerjemah
bagi para atlet asing, dan sebagainya.
Pada masa Orde Baru di bawah pimpinan Presiden
Suharto nama stadion ini diubah dari Gelanggang Olahraga Bung Karno menjadi
Stadion Utama Senayan. Setelah Presiden Suharto
diturunkan rakyat nama stadion ini dikembalikan menjadi namanya semula pada masa Presiden Abdurahman Wahid.
Menjelang Piala Asia 2007
stadion direnovasi yang mengurangi
kapasitasnya menjadi 88.083 penonton. Pada 2017 Presiden Ir. Joko Widodo
merenovasi kompleks olahraga ini agar stadion negara kita representatif untuk
Asian Games. Tempat duduk di stadion yang semula berupa bangku-bangku panjang
dari kayu jati yang masih kokoh diubah menjadi kursi-kursi merah dan putih. Kapasitas
tribun menjadi 76.127 penonton. Lampunya 3.500 luks dengan jenis rumput jenis rumput Zoysia Matrella Linmer. Panjang lapangan
sepakbola 110 meter dan lebar 70 meter. Lintasan atletik dibuat delapan lajur dengan panjang
empat ratus meter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar