Pramoedya Ananta Toer dalam roman
Bumi Manusia menggambarkan ketidakadilan hukum bagi pribumi yang dilakukan oleh
pemerintah kolonial Belanda. Sebelum proklamasi kemerdekaan Balai Pustaka
menerbitkan Salah Asuhan karya Abdoel Moeis yang juga menggambarkan
ketidakadilan hukum bagi pribumi. Salah Asuhan berisi kritik sosial tentang
hambatan terhadap perkawinan pria pribumi Hanafi dan Corrie, gadis peranakan
Eropa. Corrie du Bussée adalah gadis dari ayah Prancis dan ibu Minangkabau dari
luar perkawinan, tapi disahkan sebagai anak menurut Undang-undang. Menurut
hukum, Corrie berstatus golongan penduduk Eropa.
Orang-orang peranakan Eropa dihina oleh
golongan totok seakan-akan sebagai manusia lebih rendah derajatnya. Mereka
dijuluki landa godong tela (Belanda
daun singkong), landa kopi tubruk,
dan lain-lain. Kaum totok tak mempedulikan mereka. Tapi kalau ada pria pribumi
berani menikah dengan nonnie Belanda, maka pria itu mesti diberi sanksi sosial!
Seorang nonnie yang menikah dengan
pria inlander (pribumi) akan dibenci
golongan Eropa totok.
Menurut Indische Staatsregeling (semacam UUD kolonial Hindia Belanda) kaum
bumiputra lebih rendah hak dan kedudukannya menurut hukum. Kalau seorang
bumiputera bersalah ia diadili oleh pengadilan yang lebih rendah (landraad bukan raad van djustitie) serta kurang haknya untuk membela diri dan
mendapatkan keadilan. Kalau ia bekerja, gajinya kurang. Pada zaman kolonial seorang
kerani (klerk) yang bekerja berat
gajinya antara f15,- sampai f35,- sebulan, sedangkan tunjangan yang diterima
seorang penganggur Eropa adalah f45,- sebulan.
Di bidang hukum seorang pribumi
dapat dibuang ke Digul, meskipun menurut pemeriksaan di depan hakim ia tak
bersalah. Sebagai pegawai negeri tingkat universitas seorang pribumi tak dapat memulai jabatannya di kota-kota besar, melainkan di daerah-daerah terpencil. Seorang
pria bumiputera yang mengawini perempuan berstatus Eropa berarti ia akan kehilangan
hak-hak atas tanah. Karena ia menganggap status kebumiputeraannya merupakan
hambatan bagi perkawinannya dengan Corrie, Hanafi menulis surat permohonan kepada
Gubernur Jenderal di atas kertas bermeterai f1,50,- (tun poa, menurut bahasa Tionghoa) untuk disamakan haknya menurut
hukum Eropa. Permohonan itu dikabulkan Gubernur Jenderal. Jadilah ia seorang staatsblad European (orang Eropa menurut
Lembaran Negara kolonial) atau ‘Belanda tun
poa’! Seorang Belanda tun poa
yang mengawini seorang nonnie akan
selalu diawasi oleh golongan Eropa kolonial yang secara sosial tak dapat
menerimanya sampai mati! Maka Hanafi dikucilkan dan istrinya yang berstatus
Eropa dikucilkan. Begitulah nasib yang menimpa Meneer Han (nama baru Hanafi
setelah peng-Eropa-annya) dan Corrie Han-du Bussée dalam roman Salah Asuhan. Roman ini pernah difilmkan oleh sutradara Asrul Sani pada 1970an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar