Begadang... jangan begadang, kalau
tiada artinya...
Begadang boleh saja kalau ada
perlunya...
Itu lagu dangdut yang sangat
populer yang diciptakan dan dinyanyikan Rhoma Irama pada 1973. Lagu-lagunya
enak dinyanyikan dan selalu mengandung unsur dakwah, seperti lagu Shalawat
Badar, Perjuangan dan Doa, Setan Pasti Kalah, Sebujur Bangkai, Roda Kehidupan,
Judi, dan sebagainya. Lagunya yang juga sangat digemari adalah Rupiah, Darah
Muda, dan Penasaran. Ada 328 lagu yang diciptakannya. Sejak mendirikan Soneta
Band pada 13 Oktober 1973 Rhoma Irama memiliki jutaan penggemar. Ia sangat
populer pada era 1970 sampai 1990an. Di mana pun ia manggung selalu penontonnya
meluap, puluhan ribu orang.
Melalui lagu-lagunya ia juga sering
mengritik Pemerintah Orde Baru. Ketika Pemerintah Orba menjual kupon Sumbangan
Sosial Berhadiah untuk mengumpulkan uang dari masyarakat, Rhoma menciptakan
lagu ‘Judi’. Lagu itu
mengritik Pemerintah Orba yang melegalkan perjudian melalui kupon itu. Pada
pertengahan 1980-an ia menciptakan lagu Hak Asasi Manusia. Lagu ini diciptakannya untuk mengritik sikap rezim
Orba yang tak menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Rhoma Irama berdakwah melalui
musik dan film. Ada 28 film yang dibintanginya, antara lain: Nada dan Dakwah, Pengabdian,
Sebuah Pengorbanan, dan Terjebak dalam Dosa.Yang paling populer adalah film
Satria Bergitar tentang musafir yang tidak haus kekuasaan dan mengajak orang
menjadi muslim yang baik.
Pemerintahan Orde Baru mengawasi setiap kegiatannya ketika ia
mulai menjadi juru kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pada masa itu
hanya ada PPP, PDI, dan Golkar, bukan banyak partai seperti sekarang. Banyak
rakyat memilih PPP antara lain karena pengaruh dari lagu-lagu dakwah Rhoma
Irama. Meski hanya simpatisan, bukan kader, apalagi pengurus partai, tampilnya
Rhoma sebagai juru kampanye mampu menggenjot perolehan suara PPP.
Pada Pemilihan Umum 1977 untuk pertama kalinya suara partai
berlambang Kabah itu mampu mengalahkan Golongan Karya. Pesona Rhoma membuat
penguasa Orba waspada. Sejumlah cara dilakukan untuk 'membungkam' sang legenda.
TVRI, satu-satu stasiun TV pada masa itu, tidak mengizinkan Rhoma dan Soneta
Group tampil. Izin-izin untuk tampil off air juga dipersulit, lagu-lagunya
dicekal. Pada 1970-sampai 1980-an sempat terjadi empat kali upaya pembunuhan
terhadap Rhoma. “Ia diancam dengan belati di Medan, dengan golok di Palembang,
dengan peluru di Jember, dan dengan granat di Jawa Timur,” tulis Moh. Shofan
dalam buku ‘Rhoma Irama Politik Dakwah dalam Nada’.
Gubernur dipilih oleh Presiden pada
zaman Orba. Semua kepala daerah diminta
untuk memenangkan Golongan Karya dalam pemilu. Bila Golkar tidak menang di
daerah yang mereka pimpin, maka mereka dianggap tidak memiliki prestasi. Gubernur Jakarta Ali Sadikin tidak mau
seperti itu. Ia ingin pemilu dilakukan dengan jujur, adil, dan demokratis. Golkar kalah di
wilayah DKI Jakarta pada pemilu 1977. Partai Persatuan Pembangunan mendapat
suara terbanyak. Itu antara lain karena kontribusi suara yang besar dari
pengemar Rhoma. Kemenangan
itu berulang pada pemilu 1982.
Jumlah penggemar Rhoma menyusut ketika
ia meninggalkan PPP pada 1997. Berat hidup pada zaman Orba. Rhoma memilih masuk
Golkar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar