Kawasan Pancoran Glodok adalah pintu gerbang utama menuju
kota Batavia dari arah selatan pada masa kolonial Belanda. VOC mulai membangun
kanal dan tembok kota pada 1622. Pancuran kanal di daerah itu mengeluarkan bunyi ‘grojok’. Penduduk Tionghoa
di sana menyebut ‘glodok’ untuk bunyi air pancuran itu. Sementara pancuran air
disebut Pancoran.
Batavia semakin berkembang. Kawasan Pancoran Glodok menjadi tempat perniagaan. Kapiten Gan Djie
dan istrinya selalu meletakkan delapan teko teh di depan kantornya bagi
orang-orang yang lelah dan ingin berteduh. Tempat ini kemudian dikenal sebagai
Patekoan (kini Jalan Perniagaan). Pa berarti delapan, te berarti teh, koan berarti poci dalam bahasa Mandarin.
Di Jalan Pancoran 6, Glodok, terdapat apotek Chung Hwa yang dibangun
pada 1928. Situs ini dinominasikan sebagai World Heritage. Apotek ini kemudian
diubah menjadi Pantjoran Tea House, tempat minum teh. Revitalisasi bangunan
milik perorangan ini dilakukan oleh arsitek Ahmad Djuhara, Ketua Ikatan Arsitek
Indonesia, pada September 2014. Enam belas bulan kemudian, pada 15 Desember
2015, bangunan ini diresmikan oleh Lin Che Wei, CEO Jakarta Old Town
Revitalization Corp (JOTRC).
Terinspirasi oleh kebaikan Kapiten Gan Djie, Pantjoran Tea
House juga menyediakan delapan teko teh gratis di teras depan. Tentu tidak
gratis bila kita makan dan minum di dalam Pantjoran Tea House. Harga tiga gelas
minuman, satu porsi ikan malas ukuran tiga ons, dan satu porsi sayuran sekitar
Rp 400 ribu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar