Jauh ramai
Tempat yang terkiri
Makam Diponegoro
Pahlawannya sejati
Membela bangsa kita
Pahlawan yang berhati suci
Itulah nyanyian rakyat tentang Diponegoro yang populer pada
zaman Kebangkitan Nasional (1908 – 1942) dan Orde Lama (1945 – 1966).
Perlawanan
Pangeran Diponegoro sangat gigih melawan Belanda. Penjajah Belanda sangat sulit
menangkapnya. Akhirnya dengan cara yang licik Belanda berhasil menangkapnya dan
membuangnya ke Sulawesi Selatan. Ia menghabiskan sisa hidupnya di balik tembok
benteng di Makassar.
Pada akhir
1848 ia meminta kepada Gubernur berkebangsaan Belanda agar diizinkan bertemu
lagi dengan kedua putranya, Pangeran Dipokusumo dan Raden Mas Raib yang telah
dibuang ke Ambon. Ia juga mencemaskan nasib putera
sulungnya, Pangeran Diponegoro II, yang berada dalam pengasingan di Sumenep.
Namun permintaan mantan pemimpin Perang Jawa itu tidak dikabulkan.
Keturunan
Pangeran Diponegoro berserakan, terpisah, dan tidak pernah saling mengenal
karena jarak dan waktu. Mereka saling mencari sampai akhirnya Allah mengizinkan
mereka bertemu di bekas kediaman Kanjeng Pangeran Diponegoro di Tegalrejo,
Yogyakarta, pada 2012. Mereka bertemu 187 tahun setelah kediaman itu
dibumihanguskan Belanda.
Ini cerita
Ki Roni Sadewo, keturunan ke-tujuh Pangeran Diponegoro, seperti yang ditulis
oleh sejarawan asal Inggris Peter Carey:
Kanjeng
Pangeran Diponegoro mewariskan kebanggaan tersendiri. Dalam tubuh kami mengalir
darah seorang pejuang yang kegigihannya diakui musuh-musuhnya. Tetapi dalam
kebanggaan itu juga melekat beban dan tanggung jawab untuk menjaga nama baik
beliau.
Penangkapan
dan pembuangan Pangeran Diponegoro (1830 – 1855) menyisakan penderitaan yang
dalam pada ibu, istri-istri, putra-putri, dan generasi penerusnya. Keturunan
Pangeran Diponegoro di pulau Jawa mengalami penderitaan panjang dengan
menyandang stempel keturunan pemberontak yang terus dikejar-kejar penjajah
Belanda, kesultanan, dan kasunanan. Mereka hidup bagai binatang di dalam hutan
yang selalu menjadi buruan dan terpaksa melepas segala gelar keningratan,
menjadi rakyat biasa sambil terus melakukan perlawanan.
Nasib
keturunan Kanjeng Pangeran Diponegoro di pembuangan tidak kalah menyakitkan.
Mereka hidup di tanah asing dan tak pernah diizinkan kembali ke tanah nenek
moyang di Jawa sampai menjelang kemerdekaan.
Sumber:
biografi Pangeran Diponegoro 'Takdir' karya Peter Carey
Tidak ada komentar:
Posting Komentar