“Kenapa
harus saya? Kenapa harus saya yang mengalami ini? Saya pemain tenis, pemain
ski, saya punya banyak hal yang menyenangkan dalam hidup. Saya punya bisnis
yang bagus. Tapi kemudian kenapa tiba-tiba harus masuk rumah sakit hanya dengan
satu kaki? “ Itu pertanyaan Bennett berulang-ulang kepada dirinya. “Yang
pertama kali terpikirkan adalah saya tidak akan pernah bisa main ski lagi, saya
tidak akan bisa lari lagi. Awalnya pikiran-pikiran negatif berkecamuk di kepala
saya.”
Sepulang dari rumah sakit,
Bennett datang ke tempat pembuatan kaki palsu. Ia melihat seorang pemuda di
atas kursi roda yang kehilangan kedua kakinya.“Ya, Allah. Saya malu kepada
diri sendiri. Pemuda itu tak memiliki kaki, sedangkan saya masih memiliki kaki.
Saya sangat beruntung. Sejak itu saya tak pernah lagi mengasihani diri sendiri.
Jadi perasaan sedih tidak berlarut-larut.”
Pada suatu hari puteranya
berkali-kali memasukkan bola ke basket di garasi rumahnya, tapi bola selalu
memantul di papan, tak pernah masuk ke basket. Bennett kemudian tertarik untuk
mencoba memasukkan bola itu ke keranjang tapi bola jatuh ke dekat kakinya. Ia
mengambil bola dengan kaki lalu tangannya memegang bola itu. Dari kejadian itu,
ia berpikir kenapa ia tidak mencoba bermain sepak bola? Masih ada satu kaki
yang bisa dipakai untuk menendang bola.
Bennett kemudian menelepon teman-temannya yang juga
berkaki satu untuk membentuk tim sepak bola. Mereka rutin berlatih tapi tim
mereka tak punya lawan tanding. Kemudian
mereka membentuk tim lain. Ternyata jumlah tim terus bertambah. Banyak orang di
dunia yang kakinya terpaksa diamputasi. Bennett membentuk klub sepak bola khusus untuk mereka
sekaligus menjadi pelatih. Penghargaan Don Bennett Golden Foot Award diberikan
kepada tim yang menjadi juara. Sekarang sudah lebih dari 20 negara yang
memiliki tim sepak bola dengan para pemain berkaki tunggal.
Bennett kemudian mulai belajar main ski lagi padahal sebelum kecelakaan ia sangat gesit main ski. Ketika mulai belajar main ski dengan satu kaki, ia berkali-kali jatuh. Ia jatuh, bangkit lagi. Jatuh, bangkit lagi. Begitu seterusnya. Semakin lama ia semakin mahir bermain ski dengan kaki satu, bahkan mendapat medali emas untuk kejuaraan nasional ski. Ia kemudian menjadi pelatih olahraga ski, selain menjadi pelatih sepakbola.
Bennett kemudian mulai belajar main ski lagi padahal sebelum kecelakaan ia sangat gesit main ski. Ketika mulai belajar main ski dengan satu kaki, ia berkali-kali jatuh. Ia jatuh, bangkit lagi. Jatuh, bangkit lagi. Begitu seterusnya. Semakin lama ia semakin mahir bermain ski dengan kaki satu, bahkan mendapat medali emas untuk kejuaraan nasional ski. Ia kemudian menjadi pelatih olahraga ski, selain menjadi pelatih sepakbola.
Pada usia 80 tahun Bennett masih
aktif berenang dan menjadi motivator bagi para veteran di Afganistan dan Irak
yang kehilangan kaki di medan perang. “Saya bisa memahami perasaan para pemuda
itu. Mereka akan memiliki perasaan yang sama: Mengapa harus saya? Saya tidak
akan bisa lagi melakukan banyak hal. Mereka melihat bagian yang hilang, bukan
bagian yang masih ada di tubuh. Saya melatih mereka bermain sepak bola agar
kepercayaan dirinya kembali terbangun. Senang melihat mereka punya semangat
hidup lagi. Jadilah orang yang optimis. Anda dapat melakukan apa pun yang Anda
inginkan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar