Gubernur Basuki Tjahaja Purnama selalu menyediakan waktu untuk mendengarkan pengaduan warga Jakarta. |
Sejak Batavia dibangun oleh Jan
Pieterszoon Coen pada permulaan abad ke-17, penduduk China sudah banyak yang
datang untuk bermukim di sini. Pada mulanya yang datang hanya pria China. Maka
banyak di antara mereka yang kawin dengan perempuan pribumi. Keturunannya
disebut China peranakan atau kiau-seng. Mereka kemudian banyak menikah dengan
sesama keturunan China peranakan dan membentuk komunitas.
Setelah akhir abad ke-19 barulah para
perempuan China datang ke Nusantara sehingga ada penduduk China yang disebut
totok atau hookiau. Itu sebabnya ada penduduk China yang kulitnya kecoklatan dan
ada pula yang kulitnya putih kekuningan. Ada yang matanya lebar dan ada yang
sipit sekali. Bahkan ada pula China yang kulitnya sangat gelap seperti orang
China Benteng di Tangerang dan petani China di Serpong. Aktor Tan Tjeng Bok yang
terkenal pada 1950-an sampai 1960-an berkulit gelap sampai dijuluki Si Item.
Banyak pula keturunan China yang sudah
berasimilasi penuh menjadi penduduk asli sehingga tidak mau lagi disebut
sebagai keturunan China, padahal kulitnya terang dan matanya sipit. Bahkan ada
yang menjadi lebih pribumi daripada orang Melayu, misalnya menjadi ustad atau
tokoh masyarakat lokal. Lucunya ustad ini menunjukkan sikap antiCina.
Yang menarik, ada orang China yang
menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ia bersungguh-sungguh bekerja menjadi pelayan warga,
namun pada 9 Mei 2017 ia dipenjara karena dianggap menista agama terkait surat
Al Maidah 51. Tuduhan penistaan agama itu didasarkan pada video pidatonya di
kepulauan Seribu yang diedit Buni Yani, pria asal Lombok, yang beredar di media
sosial. Gubernur Ahok atau Ir. Basuki Tjahaja Purnama menerima hukumannya
dengan ikhlas. “Pada waktu saya menjadi Gubernur, saya menguasai kota.
Di dalam penjara saya menguasai diri,” katanya.
Bisa menguasai diri adalah kemenangan yang sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar