Orang mengenal jalur perdagangan dari Timur ke Barat dengan
sebutan Jalur Sutera (Silk Road). Padahal sesungguhnya yang paling banyak
diperdagangkan adalah pala, lada,
cengkih, kayumanis, cendana, kapur barus, kemenyan, sereh, lengkuas, kunyit,
dan sebagainya. Indonesia sejak dulu sampai kini memiliki keanekaragaman
tumbuhan terbanyak di dunia, terutama jenis rempah.
Pada sebuah katalog dagang abad ke-14 yang ditulis saudagar
dari Florence, Francesco Balducci Pegolotti, dicantumkan lebih dari 183 jenis
tanaman, di antaranya adalah cendana, kayumanis, dan kapur barus. Yang paling
menarik bangsa Eropa untuk datang ke Indonesia sampai abad ke-18 adalah cengkeh
dan pala, termasuk bunganya, yang dinilai lebih tinggi dari emas. Cengkih hanya
terdapat di pulau-pulau kecil di barat Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan
Bacan.
Sementara pala hanya tumbuh di pulau Banda. Tanaman asli
Maluku ini paling laku di Eropa pada abad ke-17 karena memiliki khasiat obat
dan menjadi penyedap masakan. Bunga pala mengandung minyak atsiri. Usia
tanaman pala bisa mencapai ratusan tahun dengan tinggi mencapai 20 meter.
Orang Belanda bernama Jan Pieterzoon Coen membantai
orang-orang Banda demi menguasai bumi penghasil pala. Francisco Serao dari
Portugis berhasil mencapai Hitu (Ambon Utara) pada 1512 untuk mendapatkan
cengkih dan pala. Para pedagang bangsa Gujarat (India) menukar kain patola
mereka dengan rempah-rempah dari Nusantara, seperti cengkih, pala, dan lada.
Para penenun di Nusantara kemudian mengembangkan corak kain tenun yang dipengaruhi corak pada patola, seperti
trenun gringsing, kain cinde, dan batik jlamprang.
Lada banyak dibawa dari Bangka dan Belitung ke Cina melalui Banten
dengan kapal-kapal. Banten adalah pelabuhan besar sebelum tahun 1527. Juga terdapat kerajaan besar di
Banten. Selain kerajaan Banten, di Nusantara juga terdapat kerajaan besar lainnya seperti Majapahit, Sriwijaya,
Kutai, Tarumanegara, Sailendra, Mataram Kuno, dan Kahuripan.
Perdagangan yang dilakukan kerajaan Majapahit sampai ke
India, Kamboja, Siam (kini Thailand) dan Cina. Majapahit pada abad ke-14
menguasai beberapa pelabuhan, antara lain Surabaya, Tuban, dan Pasuruan. Hasil
bumi yang melimpah dari pedalaman diangkut ke berbagai tempat untuk
diperdagangkan. Mahapatih Gadjahmada dari kerajaan Majapahit menggagas pakta
pertahanan bersama di antara kerajaan-kerajaan Nusantara untuk menghadapai
ekspansi agresif bangsa Mongol.
Sementara Sriwijaya menaklukkan kerajaan Melayu pada abad ke-tujuh
sampai abad ke-delapan, menguasai beberapa pelabuhan di selat Malaka.
Kapal-kapal dari Sriwijaya berdagang ke Tiongkok pada abad ke-tujuh. Di Sumatera terdapat beberapa bandar penting
seperti Barus di pantai barat laut Sumatera, serta Jambi dan Palembang. Di
bandar-bandar itu dilakukan perdagangan kapur barus, kayu cendana, cengkih, dan
pala.
Saudagar Arab, Ibn al Faqqih, mencatat pada 902 Masehi bahwa
Barus adalah pelabuhan besar yang menjadi lalu lintas perdagangan cengkih,
kapur barus, kayu cendana, dan pala. Sumber-sumber tulisan dalam bahasa Yunani,
Syria, Tionghoa, dan lain-lain banyak menyebut pelabuhan Barus, tempat kamper
(kapur barus) menjadi komoditi utama.
Perdagangan rempah dari Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Jawa,
dan Sumatera sampai ke Eropa. Pada relief candi Borobudur dapat dilihat bagaimana
bentuk perahu yang mengangkut hasil bumi itu. Bangsa Eropa datang ke Nusantara
untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah, kekayaan alam kita yang tak ada di
negeri mereka dan dinilai lebih mahal daripada emas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar