Ratu Kidul adalah seorang putri Raja Pajajaran. Nama aslinya
Dewi Retno Suwido. Ia adalah dewi pelindung kerajaan Mataram dan istri gaib
para raja. Dalam Babad Tanah Jawi Panembahan Senopati (1584 – 1613) dan Sultan
Agung (1613 – 1646) dikisahkan berangkat dari Parangtritis menemui Sang Ratu di
istana di bawah laut yang hanya dihuni roh halus. Mereka bersetubuh. Hubungan
intim dan istimewa raja pendiri Mataram dan Sang Ratu membawa kerajaan ke
puncak kejayaannya pada awal abad ke-17 pada pemerintahan Sultan Agung, cucu
Senopati.
Ratu Kidul merupakan penjelmaan Dewi Uma dan Batari Durga.
Sebagai Batari Durga, ia bisa menimbulkan bencana dan penghancuran
besar-besaran. Sementara sebagai Dewi Uma, ia bisa membawa perlindungan dan
kemakmuran. Untuk mendapatkan jaminan perlindungan dari Sang Ratu dan
memperkuat pertalian gaib keraton dan istana di bawah laut, setiap tahun
diadakan upacara khusus di Parangtritis yang dinamakan labuhan (lepas ke laut).
Di Yogyakarta sesajen labuhan berupa kain parang rusak
awisan-Dalem dan batik pola hijau-putih gadung mlati, dengan kemben hijau (kain
cangkring, sumekan gadung) warna favorit Sang Ratu. Batik ini dipakai penari di
Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta dalam tarian suci Bedoyo Ketawang
(Kesunanan) dan Bedoyo Semang (Kesultanan) untuk mengundang roh halus Ratu
Kidul agar bersetubuh dengan Sang Raja.
Sesajen itu dilabuh ke laut kidul yang berombak tinggi
dengan menggunakan rakit. Sewaktu arus bawah laut membawa sesajen itu ke laut
lepas, sesajen yang lebih intim dari para raja, seperti gunting kuku dan
rambut, dipendam di pasir hitam di pantai Parangtritis di atas garis air.
Ketika upacara labuhan berlangsung di pantai selatan, utusan lain dari keraton
bersilang dari Yogyakarta ke gunung Merapi di arah utara dan dari Surakarta ke
gunung Lawu di arah timur untuk membawa sesajen ke dewa pelindung, yaitu Kyai
Sapu Jagad di gunung Merapi dan Kyai Tunggul Wulung di gunung Lawu. Tujuannya
agar keseimbangan kosmik bumi dan air bisa dipertahankan.
Di Surakarta tarian paling penting untuk menghormati dewi
laut selatan adalah Bedoyo Ketawang, tarian klasik yang menampilkan sembilan
penari, semua putri belia bangsawan atau keturunan raja. Koreografi
tarian mengisahkan pertemuan Ratu Kidul dan Senopati. Sang Ratu diberi sesajen berupa pakaian dengan pola batik dan makanan khas
kesukaannya. Bila tarian dilaksanakan dengan tepat yaitu penarinya bersih
jasmani (tidak sedang menstruasi) dan hatinya tenang, Sang Ratu biasanya muncul
dengan merasuki tubuh salah seorang penari. Sang penari yang kerasukan dibawa
ke Proboyekso (kediaman pribadi raja) di mana putri belia itu disetubuhi oleh
Susuhunan dalam suatu ritual yang mengingatkan rayuan asmara antara Senopati
dan Ratu Kidul.
Raja bisa melihat siapa penari putri yang harus diambil,
sebab ada semacam cahaya kehijau-hijauan yang menyala redup dari vaginanya,
sesuatu yang mengingatkan kita pada simbol ‘gua garba yang bercahaya’ seorang
Ken Dedes atau Putri Pajajaran.
Sumber: Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX
karya Peter Carey dan Vincent Houben
Tidak ada komentar:
Posting Komentar