Kamis, 25 Februari 2016

Toko Merah



Toko Merah adalah rumah tinggal Gustaaf Willem Baron van Imhoff yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal VOC (1743 – 1750).  Bangunan di tepi barat Kali Besar, di Kota Tua Jakarta, ini dibangun pada 1730  dan beberapa kali ganti pemilik. Pada 1743 -1755 pernah dijadikan kampus asrama Academie de Marine (Akademi Angkatan Laut). Juga pernah menjadi hotel bagi para pejabat pada 1786 -1808.  Kemudian menjadi tempat tinggal Anthony Nacaro pada 1809 – 1813. 

Selama 1813 sampai 1851 masih beberapa kali berganti pemilik.Yang paling lama memiliki bangunan ini adalah Oey Liauw Kong pada pertengahan abad ke-19 dan difungsikan sebagai toko. Dari beberapa situs yang saya telusuri tak disebutkan berapa lama Oey Lieauw Kong tinggal di bangunan ini. 

Bangunan ini pernah menjadi Gedung Dinas Kesehatan Tentara Jepang. Setelah Indonesia merdeka, Toko Merah juga beberapa kali berpindah tangan. Salah satunya adalah PT. Satya Niaga pada 1964. Kemudian pada 1977 berubah menjadi PT Dharma Niaga (Ltd) dan gedung ini tetap digunakan sebagai kantor. 

Toko Merah terdiri atas tiga gedung di atas lahan 2.455 meter persegi dan tidak dibuka untuk umum. Harus minta izin dari  pengelola gedung untuk dapat masuk ke sini. Toko Merah disewakan untuk tempat menyelenggarakan suatu acara. 

 















http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3429/Toko-Merah

Selasa, 16 Februari 2016

Antara Anyer dan Jakarta



Kisah cinta tiga malam ‘kan kukenang selamanya... 
Antara Anyer dan Jakarta... 

Itu lagu karya Oddie Agam yang dinyanyikan Sheila Majid, penyanyi asal Malaysia. Lagu itu sangat populer. Mungkin lebih populer daripada pembuat jalan antara Anyer dan Panarukan, Herman Willem Daendels. Pembangunan jalan seribu kilometer dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur) pada sekitar 1809 – 1810 antara lain untuk mempercepat tibanya surat-surat yang dikirim ke wilayah antara Anyer dan Panarukan. Jalan itu kemudian dikenal sebagai Jalan Pos atau Jalan Daendels. Setelah jalan itu usai dibangun, banyak tumbuh bangunan di sekitarnya. Distribusi penjualan hasil panen, bahan makanan, kain batik, dan sebagainya menjadi lebih cepat dengan adanya jalan ini.

 
                    Selain membangun jalan yang membentang dari ujung barat ke ujung timur pulau Jawa, Daendels juga membangun dua pelabuhan di utara (Merak) dan di selatan (Ujung Kulon). Anyer dijadikan titik kilometer nol, karena kota ini dirancang Daendels untuk mempermudah  hasil bumi diangkut dari Banten ke pelabuhan Merak dan Ujung Kulon. Banten sangat kaya rempah-rempah dan kekayaan itu dikirim ke Belanda.




Hingga kini sebagian besar Jalan Daendels masih digunakan dan diperbaharui. Sampai pada 1950an sepanjang pantai Anyer ini masih sunyi, jarang sekali mobil yang lewat. Pedati yang banyak melintas dan hanya satu kereta api pulang pergi Rangkasbitung - Anyer sekali sehari.  

Sejak 1970 kereta api itu tak ada lagi, yang tertinggal hanya satu stasiun tua. Tapi masih dapat ditemui rombongan kera, kancil, kelinci, dan sesekali harimau. Semakin lama hewan-hewan itu semakin sedikit. Yang semakin banyak adalah hotel dan villa. Salah satunya Villa Stefan di jalan raya Anyer. Arsitektur villa ini paduan gaya Jawa dan Bali. Bediri di atas lahan seluas 4200 meter persegi di tepi pantai, villa ini memiliki enam kamar yang dikelilingi taman tropis. Tempat ini cocok untuk mencari suasana sepi.


http://www.villastefan.com