Sabtu, 20 Mei 2023

Jenny dan Njoo


Generasi milenial tak mengenal perempuan di sebelah saya.Tapi generasi tua dan muda pada 1970 dan 1980-an sangat mengenal aktris yang membintangi puluhan film ini. Jenny Rachman, lahir pada 18 Januari 1959, memulai kariernya di dunia film sejak ia berusia 14 tahun. Film pertamanya Ita Si Anak Pungut. “Dulu di Jakarta ada tempat bermain ice skating. Saya sedang bermain di sana. Kebetulan sedang ada shooting film dan tiba-tiba saya diminta untuk ikut bermain di film itu, bukan sebagai pemeran utama,” ceritanya. Kemampuan aktingnya membuatnya diminta bermain di film-film lainnya. Ia menjadi pemeran utama dalam film Rahasia Gadis pada usia 16 tahun.

Ia kemudian menjadi aktris terlaris. Bersama Roy Marten, Yati Octavia, Robby Sugara, dan Doris Callebaut, ia termasuk dalam The Big Five. Kelima pemain film itu mendapat honor tertinggi,  jauh di atas rata-rata bayaran untuk para pemain film pada waktu itu. Jenny Rachman berhasil mendapatkan dua piala Citra melalui film Kabut Sutra Ungu arahan sutradara Sjumandjaya dalam FFI 1980 dan Gadis Marathon arahan sutradara Chaerul Umam pada FFI 1982. “Pak Njoo Han Siang sangat senang ketika saya mendapatkan piala Citra dari film Kabut Sutra Ungu. Kemenangan saya dirayakan besar-besaran di Inter Studio, laboratorium film berwarna milik Pak Njoo yang luasnya beberapa hektar. Banyak orang-orang film yang hadir,  juga para pengusaha yang menjadi kenalan Pak Njoo. Saya terharu dengan kemurahan hati beliau padahal beliau bukan produser film Kabut Sutra Ungu.”

Njoo Han Siang  adalah pemilik Bank Umum Nasional dan Bank Duta Ekonomi yang kemudian menjadi Bank Duta. Ia juga menjadi produser film, di antaranya film Tjut Nyak Dien, November 1828, Doea Tanda Mata, Rembulan dan Matahari, dan lain-lain. Inter Studio miliknya adalah laboratorium film berwarna pertama di Indonesia. Dulu belum ada film dengan teknologi digital seperti zaman sekarang, sehingga masih memerlukan proses di laboratorium, termasuk  sound recording seperti dubbing, effect, mixing, dan lain-lain.  Pada zaman dulu film-film masih menggunakan semacam pita seluloid. Pita-pita film Indonesia harus diproses di laboratorium di luar negeri dan hasilnya baru bisa dilihat beberapa bulan kemudian. Dengan adanya Inter Studio maka proses produksi film menjadi jauh lebih cepat.

Njoo Han Siang diberi penghargaan Satya Lencana Wirakarya oleh Pemerintah RI pada 23 April 2004 karena darma baktinya kepada negara. Ia meninggal pada usia 55 tahun, pada 30 September 1985, sebelum cita-citanya membuat film Chairil Anwar tercapai. Sampai kini film tentang penyair itu belum ada yang membuatnya.