Jumat, 08 Maret 2019

Srimpi


Tari Srimpi adalah tari klasik dari Jawa Tengah yang dipertunjukkan oleh penari wanita yang gerakannya halus, lemah gemulai dari pangkal lengan sampai ujung jari yang lentik. Begitu pula langkah kakinya luwes penuh pesona wanita Jawa. Tari Srimpi muncul pertama kali pada masa kejayaan kerajaan Mataram yang diperintah oleh Sultan Agung (1613-1646). Tari ini hanya dipentaskan di lingkungan keraton sebagai acara ritual kenegaraan sampai peringatan naik takhta Sultan.  

Pada 1775 kerajaan Mataram terpecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Di Kesultanan Yogyakarta tari Srimpi digolongkan menjadi tiga, yaitu Srimpi Babul Layar, Srimpi Dhempel, dan Srimpi Genjung. Di Kasunanan Surakarta tarian Srimpi digolongkan menjadi dua, yaitu Srimpi Anglirmendhung dan Srimpi Bondan.  

Tari Putri China (Srimpi Muncar) adalah tari klasik yang memiliki kekhususan karena para penari mengenakan kostum seperti busana wanita China.  Sementara tari Bedaya Srimpi pernah ditarikan oleh Gusti Nurul, putri Mangkunegoro VII, di istana Noordeinde di Belanda. Tarian itu merupakan hadiah Mangkunegoro VII untuk Ratu Wilhelmina pada acara perkawinan anaknya, Putri Juliana,  dan Pangeran Bernhard pada 7 Januari 1937. Gusti Nurul menari di Den Haag diiringi suara gamelan  yang langsung dipancarkan stasiun radio SRV di Solo. Para penabuh gamelan di Solo secara live  memainkan musik untuk mengiringi Gusti Nurul menari di Belanda.  SRV (Solosche Radio Vereeniging) adalah lembaga penyiaran pertama milik bangsa Indonesia.
Gusti Nurul dan kostum penari Srimpi Muncar (tari Putri China)

Pada umumnya tari Srimpi dipertunjukkan oleh empat penari wanita. Komposisi empat penari merupakan simbol dari empat unsur, yaitu toyo (air), grama (api), angin (udara), dan bumi (tanah). Meski  para wanita menari lemah gemulai, namun pistol dipakai sebagai properti untuk tari Srimpi Padhelori karya Sultan Hamengku Buwana VI dan VII. Pistol  juga melengkapi penampilan para penari Srimpi Merak Kasimpir, tari yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana VII. Di balik kelembutan wanita Jawa yang lemah gemulai, mereka memiliki keberanian mengangkat senjata. Begitu pesan yang ingin disampaikan dalam seni tari ini.

Begitu indahnya tari Srimpi sampai jurnalis Rosihan Anwar menulis puisi berjudul Srimpi. Puisi ini dimuat pada harian Merdeka pada 5 Januari 1946.

Mendayu-dayu bunyi gamelan
Ayu-ayu paras perawan
Lentik-lentik jari tangan
Lemah gemulai gerak badan
Di bawah damai cahaya sandelir...

Sunyi bergetar kalbu penyair
Mendalam damba mesra dan rindu

Kukenangkan lagi mimpi dahulu...