Selasa, 01 Oktober 2019

Prof.DR.Ing.H. B.J.Habibie, Seorang Muslim yang Rahmatan Lil Alamin

Presiden RI ke-7, Ir.H.Joko Widodo, dan Presiden RI ke-3, Prof.DR.Ing.H. Bacharuddin Jusuf Habibie

Presiden RI ke-tiga, Prof. DR.Ing.H.Bacharuddin Jusuf Habibie, adalah contoh muslim yang baik: cinta ilmu pengetahuan, cinta agama, cinta tanah air, cinta keluarga, cinta sesama manusia, rendah hati, taat beribadah, dan toleran terhadap agama lain. Seperti pesawat yang harus seimbang, beliau menjaga keseimbangan kehidupan dunia dan akhiratnya dengan baik. “Di Eropa hampir tidak ada masjid, jadi saya salat di gereja,” katanya dalam sebuah wawancara. Ia rutin berpuasa Senin dan Kamis.

Meski sudah sukses di Jerman, Prof. Dr.Ing. H.Bacharuddin Jusuf Habibie mau kembali ke tanah airnya untuk membangun negerinya. Sebelum berusia 40 tahun Habibie sudah menjadi orang terpandang di Jerman. Ia menjadi Kepala Penelitian dan Pengembangan Analisis Struktur Pesawat Terbang di Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB) Hamburg sejak 1965. Pengetahuan dan keahliannya membawa Habibie menjadi direktur teknologi sekaligus penasehat senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB sejak 1969 sampai 1973. Selama berkarier di MBB Hamburg, Habibie banyak menyumbangkan hasil penelitian serta ide teori di bidang termodinamika, konstruksi, serta aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya yang amat terkenal dalam dunia desain dan konstruksi pesawat terbang adalah Habibie Factor, Habibie Method, dan Habibie Theorem

Ia lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936 dan kuliah di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman di bidang desain dan konstruksi pesawat terbang. Pada 1968 ia mengundang sejumlah insinyur dari Indonesia untuk bekerja di industri pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur dapat bekerja di MBB atas rekomendasinya. Diharapkan mereka dapat memiliki pengalaman dan keahlian untuk membuat produk industri dirgantara di Indonesia.

Presiden Soeharto memanggilnya pulang ke tanah airnya pada 1973. Ia menjadi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi pada 1974. Pada 26 April 1976 ia mendirikan PT Industri Pesawat Tebang Nurtanio. Ia kemudian menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak 1978 – 1998 dan memimpin berbagai industri strategis di Indonesia seperti PINDAD, PAL, dan IPTN (Industri Pesawat Tebang Nusantara yang menggantikan nama Industri Pesawat Terbang Nurtanio). Pesawat hasil karya bangsa kita adalah pesawat N-250 yang diluncurkan pada 1995. Ini prestasi yang membanggakan bagi negara kita. Sebelumnya IPTN memproduksi pesawat CN-235 yang merupakan kerjasama dengan perusahaan CASSA Spanyol.

Pada 11 Maret 1998 Habibie diangkat sebagai Wakil Presiden. Dua bulan tujuh hari menjabat sebagai Wakil Presiden, Habibie kemudian menjadi Presiden ke-tiga pada 21 Mei 1998. Habibie menjadi Presiden hanya satu tahun empat bulan, karena pertanggungjawabannya ditolak MPR.  Namun selama masa kepemimpinannya yang singkat Presiden Habibie berhasil memberikan landasan kokoh bagi Indonesia. Pada masa itu lahir UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik, dan UU Otonomi Daerah.

Dengan adanya UU Otonomi Daerah ini gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam. Presiden Habibie juga memberi kebebasan kepada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga muncul sekitar 40 partai politik. Pada zaman Orba hanya ada tiga partai politik.
Presiden Habibie membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang dibui karena mengritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh yang dihukum karena dituduh memicu kerusuhan di Medan pada era Orba).

Pada era Presiden Habibie tidak diperlukan lagi Surat Izin Usaha Penebitan Pers sehingga bermunculan berbagai nama majalah dan koran bagaikan jamur di musim hujan. Tak ada lagi pembredelan perusahaan pers pada era reformasi. Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen.

Presiden BJ Habibie mengeluarkan dua kebijakan terkait etnik Tionghoa, yaitu Inpres No 26/1998 yang menghapuskan istilah pribumi dan nonpribumi, serta mengarahkan agar semua pejabat pemerintahan memberikan layanan yang sama terhadap setiap warga negara, dan Inpres No 4/1999 yang menghapuskan Surat Bukti Kewarganegaraan RI (SBKRI).
Menjelang akhir hayatnya mantan Presiden Habibie dijenguk oleh
mantan Presiden Timor Leste Xanana Gusmao

Dalam masa kepeimpinannya yang sangat singkat lahir tiga undang-undang yang demokratis:  UU tentang Partai Politik, UU  tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR, dan  UU tentang Pemilu. Lembaga pemilu berada di bawah Menteri Dalam Negeri pada zaman Presiden Suharto diubah menjadi lembaga yang independen pada zaman Presiden Habibie.  Juga dalam masa kepemimpinan Habibie dilakukan referendum di Timor Timur. Hasilnya: rakyat di provinsi itu memilih ke luar dari Indonesia. Timor Timur kemudian menjadi negara Timor Leste. “Timor Timur seperti batu di dalam sepatu kita sehingga sulit bagi kita untuk melangkah maju,” kata Habibie ketika Timor Timur lepas dari NKRI.

Di bawah kepemimpinan Presiden Habibie keluar Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua periode. Meski tak lagi menjadi Presiden ia tetap dihargai sebagai bapak dan guru bangsa. Indonesia. Nama Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie diabadikan sebagai nama universitas di Gorontalo menggantikan nama Universitas Negeri Gorontalo.
Ainun dan Habibie

Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, pada 11 September 2019, menyusul istri tercintanya, Hasri Ainun Bestari, yang dipanggil Allah pada 22 Mei 2010. “Dulu saya takut mati. Tapi sekarang tidak lagi karena saya tahu Ainun telah menunggu saya di sana,” katanya dalam wawancara di televisi. Habibie sangat mencintai istrinya. Ainun juga sangat mencintai suaminya. Sebagai seorang istri, ia berprinsip the big you and the small I. Ia rela melepas kariernya sebagai dokter anak dan memilih berperan di belakang layar, menjadi ibu rumah tangga tak lama sesudah menikah dengan Habibie pada 12 Mei 1962. Pasangan ini dikaruniai dua anak, Ilham Akbar dan Thareq Kemal.

Selama Ainun dirawat di rumah sakit sampai akhir hidupnya di Muenchen, Jerman, ia selalu didampingi oleh Habibie. Setiap Jumat pagi Habibie datang ke makam istrinya di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan membaca surat Yasin. Kisah kasih pasangan harmonis ini diabadikan dalam film Ainun dan Habibie yang ditayangkan di bioskop pada Desember 2012. Film ini diangkat dari memoar yang ditulis Habibie berjudul Ainun dan Habibie.