Rabu, 26 Oktober 2022

Njoo Han Siang

 


31 Agustus 1930. Hari itu bendera kerajaan Belanda berkibar di Hindia Belanda. Juga dikumandangkan lagu kebangsaan Belanda, Wilhelmus, melalui radio. Hari itu Ratu Belanda, Wilhelmina, berulang tahun. Negeri Belanda di Eropa sebagai pemerintah pusat dan Hindia Belanda sebagai pemerintah daerah wajib merayakan ulang tahun Ratu.

Hari itu di kecamatan Pecinan Ketandan, di dekat Kali Code di Yogyakarta, lahir Njoo Han Siang. Ia adalah anak kelima dari keluarga pengusaha Njoo Gee Tik. Gubernur Jenderal atas nama Ratu Wilhelmina memberikan hadiah kepada bayi yang lahir bertepatan dengan ulang tahun Ratu.

Di Pecinan Ketandan orang Tionghoa dan pribumi bergaul dengan erat. Orang Tionghoa di sana menggunakan bahasa Jawa di dalam keluarga atau dalam pergaulan sehari-hari. Banyak keturunan Tionghoa yang pandai berbahasa Jawa kromo inggil.

Pada usia 28 tahun Njoo mendirikan maskapai pelayaran PT. Delta Baru dan sekaligus menjadi pengusaha ekspor-impor beras dan terigu dengan nama CV Krisna. Pada awal Orde Baru Njoo sangat dekat dengan Ali Murtopo. Ia dan Yap Swie Kie (pemilik Berkat Group) mendapat kepercayaan dari Ali Murtopo untuk menjalankan logistik Pepera di Irian Barat.  Njoo mengatur suplai barang-barang kebutuhan rakyat Irian Barat. Bisnis Njoo semakin sukses ketika mendirikan Bank Dharma Ekonomi yang kemudian menjadi Bank Duta, lalu merger dengan Bank Danamon.

Ia kemudian membeli Bank Umum Nasional yang sebagian besar sahamnya dimiliki tokoh-tokoh Partai Nasional Indonesia. Kondisi BUN dalam kondisi buruk ketika diambil alih Njoo Han Siang. Kondisi itu antara lain karena merosotnya peranan partai politik pada waktu Demokrasi Terpimpin.

Pada usia 40 tahun Njoo memiliki perusahaan agrobisnis, asuransi, properti, pelayaran, dan film. Ia memelopori kartu kredit di Indonesia dengan mendirikan Diners Club Indonesia.  Tak semua bisnis Njoo sukses.  Restoran Golden Gate di bandara Kemayoran merugi. Hampir setiap kawan Njoo yang akan berangkat dengan pesawat terbang dari Kemayoran mampir di resto itu. Mereka diperbolehkan makan gratis oleh Njoo. Disebabkan oleh berbagai faktor, resto terpaksa ditutup.

Njoo suka menulis. Sebelum menjadi pengusaha, Njoo Han Siang adalah wartawan dan fotografer Sunday Courier dan majalah Sadar. Ayahnya adalah sastrawan di Tiongkok yang kemudian menjadi pengusaha di Hindia Belanda. Njoo ikut mendirikan harian Suara Karya dan majalah Progres.  Yayasan Pendidikan Perbanas yang didirikannya berkembang pesat dan menjadi STIE Perbanas. Ia adalah tokoh perbankan nasional.  Untuk mengenang jasa-jasanya didirikan patungnya di depan kampus STIE Perbanas.  

Njoo menghidupkan majalah Perbankan yang kemudian menjadi majalah Infobank.  Ia juga mendirikan Bankers Club. Banyak pengusaha Tionghoa yang sukses karena keuletannya. Njoo ingin membantu pengusaha golongan pribumi melalui Karpenas. Tapi karena mismanajemen organisasi pengusaha nasional ini bubar.

Njoo Han Siang aktif di Baperki (Badan Pemusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia), organisasi yang mendorong pembauran Tionghoa dan pribumi. Tapi karena kemudian sebagian anggota Baperki condong ke komunis, Njoo beralih ke Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa bersama Sindhunata S.H, Drs.Junus Jahja, dan PK. Ojong (pendiri harian Kompas). Njoo adalah salah seorang pendiri Badan Komunikasi Penghayat Kesatuan Bangsa.

Ia juga mendirikan Yayasan Pendidikan Mataram di Semarang. Sekolah Mataram yang didirikannya banyak memberikan subsidi kepada para pelajar yang tidak mampu.

Ia memiliki perusahaan film dan laboratorium film berwarna Inter Studio. Ini laboratorium pertama untuk film berwarna di Indonesia. Biasanya film-film  Indonesia diproses di laboratorium di  luar negeri dan ini menghabiskan waktu beberapa bulan. Dengan adanya Inter Studio film-film bisa diproses lebih cepat. Ini mendorong industri film di Indonesia lebih produktif.

 Njoo menjadi produser untuk film November 1828, Cut Nyak Dien, Doea Tanda Mata, Bersemi di Lembah Tidar, Pacar Ketinggalan Kereta, Kembang Kertas, Di Balik Kelambu, Chicha, Ibunda, Mei Lan Aku Cinta Padamu, Rembulan dan Matahari, Usia 18, Duo Kribo, dan lain-lain.  Untuk meningkatkan kualitas akting para aktor dan aktris Njoo membuka kursus seni peran yang ditangani oleh sutradara Wahyu Sihombing. Kursus ini tidak memungut bayaran, bahkan para peserta kursus mendapat uang saku. Herman Felani, Ida Leman, Alan Nuari dan beberapa lainnya adalah lulusan kursus ini.

Njoo meninggal pada usia 55 tahun pada 30 September 1985. Film Chairil Anwar tak sempat terwujud sampai kini meski ia sangat menginginkannya.

27 Oktober 2022