Kamis, 28 Oktober 2021

Berbeda Jalan, Satu Tujuan Jilid 2


 Buku ini menceritakan pengalaman pribadi lima belas penulis dalam bertoleransi dengan sesama manusia. Ada penulis yang berasal dari keluarga penganut Konghucu yang taat kemudian menjadi penganut Katolik, namun tetap menjalankan tradisi cengbeng. Penulis lainnya berasal dari keluarga penganut  Saksi Yehuwa yang fanatik dan menjadi bingung karena ajaran Saksi Yehuwa dibubarkan pemerintah. Ia belajar agama Islam, namun seorang ustad tidak menganjurkannya untuk menjadi muslim. Ia diminta untuk memilih sendiri agama yang paling cocok untuk dirinya. Ia mendapatkan pengalaman spiritual ketika memilih agamanya.

Ada penulis beragama Hindu yang tertarik belajar Islam kemudian pindah agama.  Ada penulis yang seorang istri pendeta dan bersahabat dengan seorang penganut Hindu. Ada pula penulis yang menjadi pengajar di sanggar melukis. Ia berpendapat bahwa kebebasan berkreasi dalam pelajaran melukis dapat menumbuhkan sikap toleransi.

Beberapa penulis beragama Islam tetap menjadi penganut Islam meski sejak kecil sampai remaja belajar di sekolah Katolik. Mempelajari agama yang berbeda membuat mereka melihat perbedaan dan persamaan dari setiap agama. Mereka menghargai perbedaan dan tetap merasa nyaman dalam kebersamaan. Gembiramu adalah gembiraku, kesedihanmu adalah kesedihanku. Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Manusia hanya berbeda jalan dalam mendekat kepada Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.