Jumat, 23 Oktober 2015

Ali Sadikin, Gubernur Jakarta Yang Melegenda


Ali Sadikin (duduk, depan) bersama Adnan Buyung Nasution (kiri) dan Hendardi (belakang),
setelah tidak menjabat sebagai gubernur.
(Sumber foto : http://goo.gl/7lfbMX)
Jembatan yang baru dibangun di Jakarta Utara ambruk karena kecerobohan pembangunannya. Itu terjadi pada 1970 ketika Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Pejabat yang memimpin proyek menjadi sasaran kritik dan tuduhan korupsi oleh pers. Tapi Gubernur Ali Sadikin mengatakan kepada pers: “Saya yang bertanggung jawab terhadap ambruknya jembatan itu, karena saya adalah penanggung jawab tertinggi di Jakarta.”

Pernyataannya dimuat secara luas di media massa. Tetapi ada yang tidak ditulis oleh pers, beredar berita dari mulut ke mulut: Bang Ali memanggil pejabat yang menjadi pemimpin proyek, menyeretnya ke ruang kerja, dan menamparnya.

Sebagai pemimpin tertinggi di Jakarta, Ali Sadikin menyatakan kepada publik bahwa ia yang bertanggung jawab. Tapi secara intern ia meminta anak buahnya bertanggung jawab.

Pada waktu pemerintah DKI Jakarta tidak memiliki dana, Bang Ali menempuh jalan yang tidak populer: mengadakan lokalisasi judi dan pelacuran sehingga mendapat kritik keras dari para ulama. Ia menanggapi kritik itu dengan santai: “Kalau Kiai tidak setuju dengan cara mendapatkan dana seperti itu, maka kiai harus membeli helikopter pribadi. Semua jalan di Jakarta dibuat dan diperbaiki dengan uang maksiat.”

Ali Sadikin selalu ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di lapangan agar dapat dicarikan solusinya. Ia berani untuk tidak populer.

Pada zaman Orde Baru semua kepala daerah diminta untuk memenangkan Golongan Karya dalam pemilu. Bila Golkar tidak menang di daerah yang mereka pimpin, maka mereka dianggap tidak memiliki prestasi.

Bang Ali tidak mau seperti itu, ia ingin pemilu dilakukan dengan jujur, adil, dan demokratis.

Golkar kalah di wilayah DKI Jakarta pada pemilu 1977. Partai Persatuan Pembangunan yang mendapat suara terbanyak.

Bang Ali pensiun setelah menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 1966 - 1977. Jasa sosok yang lahir di Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927 dan  meninggal di Singapura, 20 Mei 2008, dalam membuat puskesmas, sekolah, gelanggang remaja, pasar, pemakaman umum, mengaspal jalan tanah di semua kampung di Jakarta, menyediakan bus kota, membuat Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Taman Impian Jaya Ancol, dan sebagainya masih dikenang hingga saat ini.

Rujukan tambahan :

Tulisan saya tentang Ali Sadikin di Facebook
Ali Sadikin Gubernur DKI Jakarta yang Legendaris
HUT DKI: Jejak Bang Ali Sadikin di Kota Metropolitan
Buku : Ali Sadikin Membenahi Jakarta Menjadi Kota Yang Manusiawi (1992)

Senin, 12 Oktober 2015

Museum Timah Indonesia



Kepulauan Bangka Belitung dikenal sebagai  penghasil timah di Indonesia. Sejarah panjang usaha pertambangan timah di negara kita sudah berlangsung sejak zaman VOC, lebih dari 200 tahun lalu. Pertambangan timah di Bangka dikelola badan usaha pemerintah Belanda, Banka Tin Winning Bedrijf (BTW). 

Di Belitung dan Singkep dilakukan oleh perusahaan swasta Belanda, masing-masing Gemeeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Biliton (GMB) dan NV Singkep Tin Exploitatie Maatschappij (NV SITEM).
Beberapa benda pertambangan yang digunakan pada waktu itu kemudian disimpan, dirawat, dan didokumentasikan di  Museum Timah Indonesia.

Museum ini menempati bangunan yang dahulu digunakan sebagai tempat tinggal para karyawan perusahaan timah Banka Tin Winning. Diresmikan pada 1958 museum ini berada  di Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 17, Pangkalpinang. Bangunannya sudah dua kali mengalami pemugaran, pada 1997 dan 2010.

Pada  1948 bangunan ini menjadi saksi sejarah kedaulatan Indonesia. Di sini diadakan pertemuan antara para pendiri bangsa dengan utusan dari PBB. Pertemuan tersebut diadakan untuk membicarakan penyerahan kedaulatan Belanda kepada Republik Indonesia.

Begitu memasuki kawasan museum dapat dilihat bor bangka kuno. Alat ini peninggalan zaman Belanda yang digunakan untuk kegiatan penambangan timah tempo dulu. Bor ini dibuat oleh AJ Akeringa, seorang ahli geologi perusahaan Banka Tin Winning pada 1885. Terciptanya bor bangka menjadi perkembangan baru bagi dunia pertambangan timah karena mampu menggantikan alat bor tusuk asal Cina yang sudah ada sejak abad 18.

Pada bagian yang lain dapat dilihat beberapa benda  yang dulu digunakan selama proses penambangan. Alat-alat itu antara lain lokomotif  yang dulu digunakan sebagai pembangkit listrik untuk keperluan pertambangan dan wadah penampung hasil tambang.

Selain itu relief yang mengisahkan sejarah pertambangan timah dari masa ke masa juga dipamerkan di bagian depan museum. Bangunan asli museum masih dipertahankan dan di sekitar museum  itu terpajang beberapa alat tambang yang digunakan pada masa lalu. Keberadaan alat-alat ini memberikan informasi kepada pengunjung mengenai perkembangan penambangan timah di Indonesia.


Memasuki ruang museum pengunjung akan menyaksikan berbagai diorama. Di museum ini terdapat tiga jenis diorama. Diorama yang pertama berisi penjelasan sejarah awal pertambangan timah di Pulau Bangka. Diorama kedua menginformasikan alat-alat pertambangan yang dahulu digunakan. Sementara, diorama ketiga menjelaskan proses penambangan timah dengan alat yang sudah modern dan manfaatnya bagi kehidupan.

Berada di dalam kawasan museum terdapat bangunan lain yang bernama Ruang Sentra Kerajinan Pewter. Di sini pengunjung dapat melihat pernak-pernik berbahan dasar timah. Pernak-pernik cantik yang 97% terbuat dari timah tersebut antara lain berupa plakat, perahu pinisi, truk pengangkut, gantungan kunci, hingga bros.

Menurut pengakuan penjaga museum, semua hasil kerajinan timah tersebut dibuat s manual oleh para perajin timah yang banyak bermukim di Pulau Bangka. Selain melihat-lihat berbagai kerajinan indah yang dibuat para perajin di Pulau Bangka, para pengunjung juga dapat membeli kerajinan-kerajinan itu dan dapat memesan desain kerajinan sesuai dengan yang diinginkan.

Saya bersama delapan teman mengunjungi museum ini pada 4 Oktober 2013. Pay Ishak dan istrinya, Cita, yang tinggal di Bangka menemani kami melihat sejarah masyarakat Bangka yang bekerja sebagai buruh tambang di bawah pemerintahan Belanda.


Minggu, 04 Oktober 2015

Museum Benteng Heritage



11 November 2011 puku 20.11 Museum Benteng Heritage milik Udaya Halim diresmikan. Udaya adalah salah seorang Cina Benteng yang banyak bermukim di Tangerang. Dinamakan Cina Benteng karena pada zaman penjajahan Belanda terdapat benteng di tepi sungai Cisadane. Orang-orang Cina di sekitar benteng sejak tahun 1700an menjadi buruh, pedagang kecil, dan petani.

Museum berada di dalam Pasar Lama yang becek, di tengah para penjual ikan, daging, sayur, buah, dan kebutuhan sehari-hari. Pasar itu buka pada pagi hari dan tutup pada siang hari. Museum berada di timur sungai Cisadane, di Jalan Cilame, Tangerang.

Museum ini termasuk bangunan tertua di Tangerang yang direstorasi Udaya Halim pada 2009. Bangunan ini dipertahankan sebagaimana bentuk aslinya. Di dalamnya berisi berbagai koleksi benda antik etnis Cina, seperti timbangan opium, permainan judi mahyong, busana bangsawan Cina, kebaya encim, keramik, lukisan, artefak, alat-alat musik, juga sepatu anak kecil untuk wanita dewasa. Pada zaman dulu para wanita bangsawan Cina dipatahkan tulang-tulang kakinya pada waktu mereka berusia tiga tahun. Kaki mereka diikat sedemikian rupa sehingga tetap kecil, tak pernah berkembang sesuai dengan pertumbuhan tubuh mereka. Tujuannya agar mereka tidak bisa pergi bebas dan tidak melarikan diri bila tidak berkenan dengan jodoh yang dipilihkan untuk mereka.

Di tengah museum ada relief abad ke-18 yang menggambarkan penggalan cerita Three Kingdoms. Juga disimpan koleksi cerita silat tua karya OKT (Oey Kim Tiang).

Sejak zaman dulu produksi kecap menjadi andalan para orang Cina di Tangerang. Di museum ini disajikan cerita audio visual tentang pembuatan kecap secara tradisional dan merk-merk kecap Benteng yang terkenal, di antaranya Ketjap Teng Giok Seng dan Siong Hin. Tempat pembuatan kecap Siong Hin ada di dekat museum dan masih berproduksi sampai sekarang. Anda bisa membeli sovenir dan makan lontong cap go meh di lantai 1 museum ini.Di dekat museum juga ada kelenteng Boen Tek Bio yang dibangun pada 1750. Boen berarti sastra, Tek berarti kebajikan, Bio berarti tempat ibadah. Anda masuk dari pintu yang bertuliskan pintu Kesusilaan dan ke luar dari pintu yang bertuliskan Jalan Kebenaran. Kelenteng ini dibangun oleh para penghuni perkampungan Petak Sembilan. Di dekat kelenteng juga ada bangunan berarsitektur Cina yang bertuliskan Roemboer (Rumah Burung) milik Udaya Halim. Pada zaman dulu rumah-rumah di sini menyediakan tempat di luar rumah bagi burung-burung walet untuk membuat sarang. Di Roemboer ini disimpan berbagai koleksi benda antik seperti lukisan, telepon, kamera, lampu, senjata tajam, dan sebagainya. Dari jendela rumah ini kita dapat melihat sungai Cisadane dengan sampan kayu hilir mudik.

Di tepi sungai ini terdapat jamban yang dulu masih berfungsi kemudian dihancurkan lalu direstorasi. Kini tidak lagi berfungsi sebagai jamban, hanya sebagai tempat yang memiliki nilai sejarah di mana para orang Cina pada zaman dulu di sini mengumpulkan uang untuk membangun jalan di Tangerang.

Di daerah pecinan ini, tak jauh dari kelenteng, juga dibangun mesjid di Jalan Kalipasir. Tidak ada benturan antar agama di sini. Muslim, Budha, dan Konghucu, saling menghargai kepercayaan masing-masing.

Bersama teman-teman SMA kelas 3 IPA 6 saya datang ke sini pada 21 Maret 2015. Titik Liutama, teman saya, mensponsori kegiatan ini.

Museum Geologi




Bagaimana cara mengetahui batu mulia yang asli dan palsu? Apa saja jenis batu mulia yang ada di dalam perut bumi? Anda bisa mendapat jawabannya di Museum Geologi di Jalan Diponegoro 57, Bandung.
Seorang tenaga ahli geologi asal Swiss, DR. Werner Rothpletz, mempunyai hobi meneliti prasejarah dengan cara mengumpulkan artefak di puncak-puncak bukit di timur laut Bandung. Sebagian artefak yang dikoleksi Rothpletz disimpan di Geologisch Laboratorium (Laboratorium Geologi), namun kemudian lebih dikenal dengan nama Geologisch Museum (Museum Geologi).

Gedung ini diresmikan bertepatan saat pembukaan kongres Ilmu Pengetahuan Pasifik ke-IV, pada 16 Mei 1929, di Institut Teknologi Bandung. Pada sekitar 1941, pada waktu Perang Dunia II, gedung Geologi menjadi markas angkatan udara kolonial Belanda sehingga sebagian koleksinya dipindah ke Gedung Pensioen Fonds (sekarang Gedung Dwiwarna) dan itu membuat beberapa koleksinya rusak dan hilang.

Pada masa pendudukan Jepang, pada sekitar 1942, Museum Geologi berfungsi kembali, namun kurang dikelola dengan baik. Memasuki masa kemerdekaan, Museum Geologi belum dapat dikelola sebagaimana mestinya. Barulah setelah dibentuk Jawatan Geologi pada 1952 yang menempatkan Museum Geologi sebagai salah satu bagian di dalamnya, penataan dapat dimulai kembali.

Museum Geologi memiliki ratusan ribu koleksi batuan dan mineral serta puluhan ribu koleksi fosil, satu-satunya museum yang mengangkat tema geologi di Indonesia dan terlengkap di Asia. Museum ini bukan hanya menyajikan koleksi dan pengetahuan, melainkan juga dapat menjadi tempat rekreasi yang menyenangkan bagi seluruh keluarga.

Sebagian koleksi itu dipamerkan di lantai 1 yang menempati dua ruangan besar dan dibagi dalam dua tema, yakni Geologi Indonesia dan Sejarah Kehidupan. Ruang Sejarah Kehidupan menggambarkan sejarah perkembangan kehidupan di muka bumi, yang dimulai sejak kurun waktu 4,6 milyar tahun silam. Karena itu, koleksi di ruang ini banyak menampilkan berbagai fosil makhluk hidup dari masa ke masa, seperti fosil organisme bersel satu sampai replica fosil dinosaurus Tyrannosaurus Rex, stegodon, badak Jawa dan beberapa mamalia besar lainnya.

Pada ruangan berikutnya yang masih menjadi bagian dari Ruang Sejarah Kehidupan, terdapat ruang khusus manusia purba. Di ruangan ini, para pengunjung dapat melihat berbagai replika fosil tengkorak manusia purba dari berbagai tempat di luar negeri, maupun manusia purba yang terdapat di dalam negeri.

Naik ke lantai dua, para pengunjung dihadapkan pada koleksi yang disajikan dengan lebih menarik. Terdapat dua ruangan di lantai dua, yakni ruang Sumber Daya Geologi, serta Manfaat dan Bencana Geologi.
Pada ruangan Sumber Daya Geologi, ditunjukkan berbagai potensi sumber daya mineral, energi, serta air tanah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sumber daya mineral meliputi berbagai jenis mineral logam dan nonlogam, termasuk batu mulia. Sumber daya energi mencakup energi konvensional, seperti minyak bumi, gas bumi, dan batubara, serta energi alternatif (panas bumi), sedangkan sumber daya air menitikberatkan pada pentingnya air tanah bagi kelangsungan hidup manusia.

Museum ini layak dikunjungi. Saya bersama rekan saya, Indria Sigit, datang ke sana pada Maret 2015 pada waktu batu akik sedang populer, banyak dicari para penggemarnya.

Kamis, 01 Oktober 2015

Penculikan Gubernur Bali Sutedja



Hanya karena sentimen pribadi, seseorang bisa dituduh PKI dan dihabisi. Tiga juta rakyat Indonesia dibunuh tanpa ada bukti bahwa mereka adalah simpatisan ataupun terlibat PKI. Itu terjadi dalam kurun waktu 1965 – 1968. Ada yang dibunuh dan ada yang hilang tanpa jejak sampai kini. Fitnah merajalela sampai ke berbagai pelosok daerah. Bali menjadi salah satu daerah dengan penyembelihan terganas terhadap pihak yang dituduh simpatisan dan anggota PKI. Ada 80 ribu hingga 100 ribu tewas di Bali. Pulau Dewata banjir darah, menjadi ladang pembantaian manusia yang tak berdosa. 

Ada korban yang ditangkap dan langsung dibunuh di depan rumahnya disaksikan anak dan istrinya. Ada  pula yang jenazahnya dimutilasi tentara di depan khalayak ramai di Desa Kapal, Badung, pada 16 Desember 1965. Para perempuan yang dituding sebagai PKI dizinahi secara paksa oleh algojo yang sangat menyeramkan. Widagda, algojo dan pemerkosa itu, divonis Pengadilan Negeri Denpasar tiga tahun penjara pada 1967.
Gubernur Bali Sutedja adalah salah satu yang hilang tak tentu rimbanya sampai kini. Puri di Kabupaten Jembrana milik keluarga Sutedja dirusak dan 16 orang keluarganya tewas dibunuh pada Oktober – Desember 1965. Setelah empat puluh tahun masa pencarian, akhirnya Keluarga Besar Puri Agung Djembrana berkesimpulan: Gubernur Sutedja  telah meninggal. Pemakamannya dilakukan secara simbolis pada 23 Juli 2006 di Kabupaten Jembrana.  “Beliau tidak pernah terlibat partai apa pun, baik sebagai pribadi maupun pejabat. Saya tidak tau apakah beliau masih hidup atau sudah meninggal. Bila sudah meninggal, dimanakah makamnya? Saya tidak tau,” kata Agung, putera Sutedja, dalam acara peluncuran buku ‘Kisah Penculikan Gubernur Bali Sutedja, 1966’. Buku itu ditulis Aju, wartawan Sinar Harapan, dan diluncurkan di LBH Jakarta pada 1 Oktober 2015. Ibu Nursyahbani Katjasungkana dan Komnas HAM ikut membahas buku ini.
Tulisan tangan Agung, putera Gubernur Sutedja
Nursyahbani Katjasungkana dan Murtini Pendit. Buku Bali Berjuang yang dipegang Nursyahbani adalah karya Nyoman S.Pendit.

Harry P. Haryono, mantan Dubes RI untuk Portugal
Aju, sang penulis buku