Senin, 20 Juli 2020

Al Fatihah dan Amsal



Meski beragama Islam saya suka membaca berbagai kitab suci. Sebab Allah Yang Maha Pengasih memberi pengetahuan dan kebajikan dari berbagai sumber. Ia Maha Mengetahui isi hati setiap manusia,  yang terucap maupun tak terucap. Saya membaca pesan dari surat Al Fatihah dalam Al Quran  melalui  terjemahan sebab saya tak bisa membaca huruf Arab. Tapi saya yakin Allah Yang Maha Tahu dapat memahami apa pun yang tersimpan di dalam kalbu setiap manusia.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam
Yang Maha Pengasih  dan Maha Penyayang
Yang merajai hari pembalasan
Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan
Tunjukilah kami jalan yang lurus
yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang dibenci dan bukan jalan orang-orang yang sesat.

Selain dari Al Fatihah, saya mendapat pesan kebajikan dari surat Amsal dalam  kitab Injil:
Ia menyediakan pertolongan bagi orang yang jujur
Menjadi perisai bagi orang yang tak bercela lakunya
Sambil menjaga jalan keadilan dan memelihara jalan orang-orang yang setia
Maka engkau akan mengerti tentang kebenaran, keadilan, dan kejujuran,
bahkan setiap jalan yang baik
Sebab  hikmat akan masuk ke dalam hatimu dan pengetahuan akan menyenangkan jiwamu
Kebijaksanaan akan memelihara engkau
Kepandaian akan menjaga engkau
Supaya engkau terlepas dari jalan yang jahat,
dari orang yang mengucap tipu muslihat
dari mereka yang meninggalkan jalan yang lurus dan menempuh jalan yang gelap
yang bersuka cita melakukan kejahatan
bersorak-sorak karena tipu muslihat yang  jahat...
tempuhlah jalan orang baik
dan peliharalah jalan orang-orang benar

Feodal dan Aristokrasi


Feodal dan aristokrasi. Kedua kata ini seringkali dicampur aduk dalam arti orang feodal adalah aristokrat dan seorang aristokrat adalah feodal. Arti aristokrasi sebenarnya menunjukkan kepribadian manusia  dalam cara hidup, tingkah laku dalam pergaulan, prinsip dalam menghadapi kesukaran, dan sebagainya.  Dalam filsafat Jawa disebut ksatria. Seorang aristokrat tidak selalu dari golongan bangsawan, bisa dari kampung dan keluarga miskin. Sebaliknya orang dari golongan bangsawan tidak selalu mempunyai jiwa aristokrasi, bahkan seringkali sebaliknya. Ada juga sebutan plutokrasi  yaitu geld aristocratie yaitu orang yang bisa menguasai dunia dengan uangnya.
Pujangga Alexander Dumas menulis novel De drie Musketiers yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Novel tentang tiga prajurit yang gagah berani ini berlatar belakang rezim Lodewijk XIV.
Cerita singkatnya:
Di suatu daerah Prancis Selatan  ada keluarga bangsawan yang sangat miskin. Keluarga ini mempunyai anak lelaki yang sudah dewasa bernama D’Artagnan. Ia meminta izin kepada ayahnya untuk mengabdi pada Raja Lodewijk XIV dan bergabung pada Drie Musketiers. Ayahnya merestui dan berpesan: “Anakku yang tercinta, silakan pergi dan melakukan kewajibanmu sebagai seorang bangsawan. Kau tahu, ayahmu hanya orang yang miskin. Saya tidak dapat memberi bekal apa pun, hanya seekor kuda tua dan sepatah kata yang harus selalu menjadi pegangan hidupmu yaitu noblesse oblige. Itu artinya seorang bangsawan sejati mempunyai tanggung jawab yang luhur terhadap diri sendiri dan sesama manusia.”

Sumpah Pemuda Keturunan Arab



Pada  4 -5 Oktober 1934 para pemuda keturunan Arab di Nusantara melakukan kongres di Semarang. Dalam kongres ini mereka sepakat mengakui Indonesia sebagai tanah air mereka. Sebelumnya kalangan keturunan Arab berangapan bahwa tanah air mereka adalah negeri-negeri Arab dan senantiasa berorientasi ke Arab. Kongres pemuda keturunan Arab ini jarang diketahui masyarakat karena tidak diajarkan dalam mata pelajaran sejarah di Indonesia.
Pemerintah Kolonial Belanda membagi tiga strata masyarakat di Nusantara. Kelas satu adalah warga kulit putih (Eropa, Amerika, Jepang), kelas dua adalah warga Timur Asing (Arab, India, China) dan kelas tiga adalah pribumi Indonesia. Orang-orang Arab yang hijrah ke Indonesia mayoritas berasal dari Hadramauth, Yaman Selatan. Seluruh orang Arab itu laki-laki,  karena kendala jarak dan karena tradisi Arab (wanita tidak ikut bepergian). Mereka datang tanpa membawa istri atau saudara wanita. Orang-orang Arab itu menikah dengan wanita pribumi. Orang Eropa menyebut pribumi dengan istilah inlander (bangsa kuli),  sementara keturunan Arab menyebut pribumi dengan istilah ahwal yang artinya saudara ibu. Sebab memang seluruh keturunan Arab pasti ibunya pribumi.
Gubernur Jakarta Anies Baswedan, cucu dari Abdurrahman Baswedan
Pada 1 Agustus 1934  harian Matahari Semarang memuat tulisan Abdurrahman Baswedan tentang orang-orang Arab. A.R. Baswedan adalah peranakan Arab asal Ampel Surabaya. Pada artikel itu terpampang foto A.R.Baswedan mengenakan blangkon. Ia mengajak keturunan Arab, seperti dirinya, menganut asas kewarganegaraan ius soli: di mana saya lahir, di situlah tanah airku. Artikel  Peranakan Arab dan Totoknya berisi anjurannya tentang pengakuan Indonesia sebagai tanah air.
Artikel itu juga memuat pokok-pokok pikirannya: Tanah air Arab peranakan adalah Indonesia; Kultur Arab peranakan adalah kultur Indonesia – Islam; Arab peranakan wajib bekerja untuk tanah air dan masyarakat Indonesia; Perlu didirikan organisasi politik khusus untuk Arab peranakan; Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan perselisihan dalam masyarakat Arab; Jauhi kehidupan menyendiri dan sesuaikan dengan keadaan zaman dan masyarakat Indonesia. Artikel A.R.Baswedan ini dipilih oleh Majalah Tempo edisi Mei 2008 sebagai salah satu dari 100 tulisan paling berpengaruh dalam sejarah bangsa Indonesia.
Artikel yang menggemparkan itu ditulis A.R.Baswedan pada waktu ia  berusia 26 tahun.  A.R.Baswedan melalui harian Matahari secara rutin melontarkan pemikiran-pemikiran tentang pentingnya integrasi, persatuan orang Arab di Indonesia, untuk bersama-sama bangsa Indonesia yang lain memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. A.R.Baswedan juga aktif menyerukan pada orang-orang keturunan Arab agar bersatu membantu perjuangan Indonesia. Untuk itu, A.R.Baswedan berkeliling ke berbagai kota untuk berpidato dan menyebarkan pandangannya pada kalangan keturunan Arab.

Konferensi Pemuda Keturunan Arab

Dalam konferensi di Semarang itu A.R.Baswedan pertama-tama mengajukan pertanyaan di mana tanah airnya. Para pemuda yang menghadiri kongres itu mempunyai cita-cita bahwa bangsa Arab Indonesia harus disatukan untuk kemudian berintegrasi penuh ke dalam bangsa Indonesia. Dalam konferensi itu para pemuda Indonesia keturunan Arab membuat Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab, yaitu:
  1. Tanah Air Peranakan Arab adalah Indonesia.
  2. Peranakan Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri (mengisolasi diri)
  3. Peranakan Arab memenuhi kewajibannya terhadap tanah-air dan bangsa Indonesia.
Menurut A.R.Baswedan persatuan adalah modal utama bagi Arab peranakan untuk kemudian bersama-sama kaum pergerakan nasional bersatu melawan penjajah. Sebelum kongres itu seluruh keturunan Arab - biarpun mereka cerdas dan terkemuka - tidak ada yang mengakui Indonesia sebagai tanah air mereka. Mereka berpendapat, tanah air mereka di negeri Arab, bukan Indonesia. A.R.Baswedan menjadi pelopor bangkitnya nasionalisme kaum Arab yang awalnya enggan mengakui Indonesia sebagai tanah air.

Sejak kongres pada 4 Oktober 1934 itu keturunan Arab bersatu meninggalkan identitas keAraban. Semangat keAraban menjadi semangat keIndonesiaan dalam pergerakan nasional.

(dari berbagai sumber)

Mengenakan Jubah Jabatan


Pesan dari Prof. Komaruddin Hidayat untuk para pejabat:

Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Anies Baswedan
Jabatan bagi seseorang adalah amanah yang senantiasa harus dipertanggungjawabkan kepada Yang Maha Kuasa. Sebagai amanah atau titipan tentu harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Bila tidak dijalankan sebaik-baiknya, jabatan itu akan menjadi bumerang bagi diri kita, keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara.
Menerima jabatan seharusnya jangan dilihat pada aspek prestisius atau tidak, basah atau kering. Jabatan seperti pakaian yang bisa kita kenakan setelah kita mengetahui ukurannya. Bila pakaian ukuran besar dikenakan orang yang bertubuh kecil, tentu akan terbayang hasilnya. Begitu pula sebaliknya. Bila pakaian berukuran kecil dikenakan  orang bertubuh besar tentu akan dirasakan sulit, bahkan menyiksa. Maka carilah pakaian yang pas dan sesuai dengan tubuh kita. Dengan demikian pakaian itu bisa menentramkan dan membahagiakan.
Jabatan bagai pakaian. Jika tidak cocok ukurannya, jangan dipaksakan. Karena tidak akan nyaman bagi pemakainya dan tidak enak bagi yang melihatnya.

Sumber: buku 250 Wisdoms.Membuka Mata, Menangkap Makna karya Prof. Komaruddin Hidayat

Rabu, 08 Juli 2020

Rezeki Halal


Ini tulisan menarik dari Prof. Komaruddin Hidayat mengenai rezeki halal:
Zumi Zola, Gubernur Jambi, yang terkena OTT (operasi tangkap tangan)
 oleh KPK  karena menerima suap.

Seorang kawan pernah bertanya, kenapa anak-anak menjadi nakal? Padahal secara materi anak-anak itu mendapat cukup fasilitas, pendidikan tinggi, kendaraan yang bagus, hingga uang jajan yang lebih dari cukup. Saya tidak mampu menjawab, tetapi kawan saya itu kemudian melanjutkan sendiri dengan gumam yang diiringi desah napas panjang. “Apakah semua ini karena harta yang aku berikan berasal dari jalan yang haram?”

Apakah susu dari hasil mencuri nilai gizinya dapat berkurang? Apakah vitamin yang ada dalam sesendok madu akan hilang karena mencuri? Pertanyaan ini mungkin memerlukan diskusi panjang. Saya meyakini bahwa gizi atau vitamin dan semacamnya adalah sebagian keberkahan. Bila keberkahan (blessing) dapat disebut sebagai suatu energi, energi itu dapat menjadi bentuk kekuatan dan kesehatan, semacam vitamin dan kandungan gizi. Mungkin susu halal dan haram yang diminum anak kita memiliki kandungan gizi yang sama. Tetapi hanya susu halal yang diperoleh dengan jalan halal yang mengandung keberkahan. Dari keberkahan itu lahirlah keselamatan dan kesalehan.

Perihal keberkahan dan api neraka yang menarik untuk dikaji adalah doa menjelang makan: “Ya Allah, berkahilah rezeki yang engkau berikan pada kami dan lindungilah kami dari api neraka.”
Bawalah selalu rezeki halal dan berkah untuk keluarga agar engkau tidak membawa api neraka ke dalam rumah.

Sumber: buku 250 Wisdoms. Membuka Mata, Menangkap Makna karya Prof. Komaruddin Hidayat

Kamis, 02 Juli 2020

Berbeda, Satu Tujuan


Kebenaran sejati ibarat cahaya yang tertangkap dan tersalur lewat lampu kristal. Mata menangkap cahaya itu penuh warna-warni karena perbedaan sudut pandang dan spektrum. Masing-masing mendapatkan warna cahaya tertentu dengan kesan tertentu. Padahal, hakikat cahaya itu satu, namun berada di balik keragaman warna.

Tuhan Maha Mutlak. Dia Tidak Terbatas! Bila Tuhan Mutlak dan Tidak Terbatas, tentu akan menampung segalanya. Termasuk perbedaan hamba-hambaNya yang sangat beragam ini. Aneh bila ada seorang yang sudah mencapai tingkatan tertinggi dalam wilayah spiritual lalu mengatakan bahwa hanya dirinya yang benar dan yang lain keliru, bahkan sesat. Bila dirinya mengaku – setidaknya – apa yang ia yakini sebagai yang paling benar, dirinya telah memproklamasikan menjadi Yang Mutlak. Bukankah ini kesombongan yang nyata?
Kebenaran seperti gelas yang utuh. Dan masing-masing kita hanya memiliki pecahan-pecahan dari gelas itu. Betapa indah bila masing-masing kita saling berpadu, mengumpulkan bersama puing-puing dan pecahan-pecahan gelas yang berserakan itu menjadi satu kebenaran yang utuh. Dan sekali lagi, Tuhan tetap Tak Terbatas, sejak dulu, kini hingga kapan pun.

Sumber: buku 250 Wisdoms. Membuka Mata, Menangkap Makna karya Prof. Komaruddin Hidayat dalam


Mudik ke Kampung Illahi

Pulang adalah peristiwa yang membahagiakan. Ketika pulang dari kantor, sekolah, luar negeri, atau bahkan dari berbelanja, semua kita rasakan membawa kebahagiaan. Ini karena kita akan segera bertemu keluarga yang kita cintai. Begitu pun dengan kematian. Kematian adalah mudik besar ke kampung Ilahi untuk berjumpa Allah, Kekasih Tercinta. Bukankah ini juga satu peristiwa yang membahagiakan?
Bagi masyarakat yang lahir di kampung, lalu mengadu nasib di kota, tentu punya konsep tentang mudik. Satu momen untuk pulang kampung. Mudik ke kampung tidak selalu dilangsungkan ketika perayaan Idul Fitri. Akan tetapi, sesungguhnya kapan saja ketika si perantau merasa siap atau harus siap untuk pulang kampung. Bagi perantau yang sukses, tentu tidak ada rasa malu utnuk pulang. Bahkan mungkin ia pulang dengan penuh rasa bangga. Bagaimana tidak, ia akan mendapat banyak pujian dari tetangga dan orang-orang di sekitarnya. Mungkin itu logika sederhana tentang konsep pulang.
Begitu pun dengan kematian. Sebagai persinggahan, hidup hanya sekedar pelabuhan untuk mengumpulkan perbekalan karena perjalanan mesti dilanjutkan. Kita semua harus melanjutkan ke tempat asal kita. Dan tempat asal kita adalah kampung Ilahi. Bila di tempat persinggahan kita terlena, kita akan terbelalak ketika terompet kapal di pelabuhan menyalak. Kita lalu tergopoh-gopoh untuk pulang. Jangankan ketenangan dan rasa bangga, bekal yang mana yang harus kita bawa pun belum bisa ditentukan. Semoga kita diberi hidayah untuk selalu mendapatkan bekal yang seharusnya. Semoga kita selalu siap untuk menerima panggilan ‘pulang’ dariNya meski kita tengah asyik dan betah menikmati panorama pelabuhan.
Sumber: buku 250 Wisdoms. Membuka Mata, Menangkap Makna karya Prof. Komaruddin Hidayat.

Masmimar Mangiang dalam Kenangan


Pertemuan di Jl. Pangeran Antasari, Jakarta, pada 20 Februari 2020. Bang Masmimar Mangiang paling kiri

Bang Masmimar Mangiang dibebaskan dari sakit kanker paru pada 29 Juni 2020 pk. 18.50. Semua mahasiswanya kehilangan teman, mentor, dan guru yang begitu penuh perhatian. Selamat jalan ke hadiratNya, Bang Mimar.

Bang Masmimar adalah dosen saya di jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI. Ia sudah 39 tahun mengajar mata kuliah Editing dan Penulisan Jurnalistik. Sudah ratusan, mungkin ribuan, mahasiswa yang mendapatkan ilmu darinya. Pada  2019 beliau pensiun. Ia lahir pada 10 September 1949, pada Masa Mempertahankan Indonesia Merdeka, tiga bulan sebelum Konferensi Meja Bundar di Belanda. Mangiang adalah nama orangtuanya yang berasal dari etnis Minang.

Para mantan mahasiswanya berkumpul di kampus UI pada 23 Februari 2019 untuk berterima kasih atas semua ilmu yang diberikannya. Acara ini menjadi surprise untuk Bang Mimar. Saya mengingatnya sebagai dosen yang menyenangkan cara menyampaikan kuliahnya. Mengikuti kuliahnya tidak membosankan. Ia mengajar dengan passion. Bersama para mantan mahasiswanya ia kerap minum kopi dan mengobrol akrab. Selisih usia belasan sampai puluhan tahun, namun humornya menghilangkan jarak, mendekatkan hati.
Bang MM di antara Ade Armando dan Nina Mutmainah