Jumat, 13 Agustus 2021

Presiden Soekarno Menghukum Mati Sahabatnya


Dengan menangis Presiden Soekarno membubuhkan tanda tangan untuk menghukum mati Kartosuwirjo, tokoh yang ingin mendirikan Negara Islam di Indonesia. Darul Islam adalah golongan ekstrim kanan berhalauan agama yang picik, fanatik, keras, dan melawan pemerintah Indonesia.  

“Pada 1918 Kartosuwirjo adalah kawanku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan tanah air. Pada tahun 1920-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama, dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, ia berjuang semata-mata menurut azas agama Islam. Memang selalu ada pertentangan antara kekuatan yang mendorong kemajuan dan kekuatan yang menahannya,” ujar Soekarno.

Pada 1950 Kartosuwirjo mengatakan, “Soekarno penghalang pembentukan Negara Islam. Soekarno menyatakan, Indonesia harus berdasarkan Pancasila. Soekarno harus dibunuh.” Pada 1963 Kartosuwirjo berakhir hidupnya di hadapan regu penembak. ”Ini bukan tindakan untuk memberikan kepuasan hati. Ini adalah tindakan untuk menegakkan keadilan. Menanda-tangani hukuman mati tidak memberikan kesenangan kepadaku. Namun seorang pemimpin harus bertindak tanpa memikirkan betapapun getir jalan yang harus ditempuh,” ucap Soekarno kepada Cindy Adams, penulis biografinya.

Kamis, 12 Agustus 2021

Janji Jepang untuk Kemerdekaan Indonesia


J
epang yang harus menghadapi Sekutu membutuhkan kerja sama yang erat dengan rakyat Indonesia. Mereka ingin mendapatkan simpati dan dukungan dari rakyat Indonesia yang bersikap memusuhi mereka. Caranya dengan mempercepat pemberian konsesi pada usaha kemerdekaan Indonesia. Pada 7 September 1944 di Tokyo diumumkan janji bahwa Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Hari baik, tanggal baik, akan ditentukan kemudian. Untuk itu disiapkan badan baru bernama Jawa Hokokai. Badan itu dipimpin Soekarno dan akan bekerja sebagai aparat pemerintahan yang pertama.

Pada Februari 1945 tentara Amerika dipimpin Jenderal Douglas MacArthur mengalahkan tentara Jepang di Filipina. Setiap jengkal kekalahan Jepang menambah semangat bangsa kita menuju kemerdekaan. Pada Maret 1945 Soekarno dan Hatta terbang ke Makassar untuk pembicaraan tingkat tinggi mengenai bagaimana kelak bentuk negara Indonesia. Jepang mengusulkan bentuk monarki. “Seperti kunjungan Tuan baru-baru ini ternyata rakyat Bali menghendaki Kerajaan. Rakyat mendesak agar Soekarno menjadi Raja dari Indonesia,” kata para pembesar Jepang kepada Soekarno.

“Saya sudah berjanji kepada para pengikut saya sejak 1926. Sejak awal saya sudah berjanji bahwa kami tidak akan mendirikan negara yang berbentuk kerajaan. Saya selalu menentang segala macam bentuk selain negara Republik,” jawab Soekarno tegas.

Hatta yang mendampingi Soekarno dengan baik selama Masa Pendudukan pada saat itu merasa bahwa perjuangan mereka sudah mendekati kemenangan. Karena itu Hatta kembali kepada gagasan awalnya yaitu bentuk Negara Serikat. Soekarno menghendaki Negara Kesatuan, Hatta menginginkan beberapa negara. Soekarno menyadari, inilah akhir dari kerja sama dwi-tunggal. Mereka tidak lagi menjadi dua tokoh dalam satu barisan.

Selama lima hari Soekarno dan Hatta di Makassar, kota itu dibom 22 kali. Sirene meraung-raung setiap lima belas menit. Para tentara Sekutu rupanya tahu bahwa Soekarno berada di sana. Mereka menganggap Soekarno sebagai penjahat perang. “Selama lima hari penuh aku disembunyikan di lubang perlindungan di bawah tanah yang menjadi sarang nyamuk dan serangga lainnya. Gigitan nyamuk membuatku terkena malaria. Penyakit itu timbul sekali dua hari dan rutin menyerangku. Aku merasakan badanku sehat selama setengah tahun, kemudian penyakit itu timbul lagi. Aku sehat lagi selama tiga bulan, lalu terbaring kembali di tempat tidur. Delapan tahun aku menderita malaria silih berganti,” cerita Soekarno kepada Cindy Adams, penulis biografinya.

Dalam perjalanan pulang ke Jakarta ada dua pesawat tempur kecil yang melindungi Soekarno dan Hatta. Tetapi pesawat terbang Sekutu terus membuntuti setiap menit. Enam pesawat Amerika melayang-layang di atas pesawat mereka selama penerbangan pulang. Ketika pesawat yang ditumpangi Soekarno dan Hatta berada di atas pulau Jawa, keenam pesawat itu memotong jalan mereka. “Pesawat kami terbang sangat rendah sampai hampir menyentuh pucuk pohon kelapa,” kata Soekarno.

Pada 1 April 1945 tentara Amerika mendarat di Okinawa, Jepang. Pada 29 April Kaisar Jepang menyetujui pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). “Jelaslah sekarang tidak ada lagi yang dapat menghentikan gerakan kami,” kata Soekarno.

Pada 28 Mei 1945 BPUPKI mengadakan sidang untuk membahas tata pemerintahan, ekonomi, politik, dan hal-hal penting lainnya yang diperlukan untuk pembentukan negara Indonesia merdeka.