Minggu, 14 Juni 2015

Keraton Kasunanan Kisah Kebangsaan dari Solo : Buku


Solo, 14 Juni 2015 : Pangeran Mangkubumi marah kepada Pakubuwana II karena ‘menyerahkan’ masa depan keraton Kasunanan di Sala kepada VOC. Ia pindah dari Sala (Solo) dan menyatakan diri sebagai Raja di Kota Gede.

Pada 1755 dibuat Perjanjian Giyanti yang salah satu isinya: Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwana I di atas separuh kerajaan Mataram.

Setelah perjanjian Giyanti, perang di Mataram terus berlanjut. Raden Mas Said, menantu Pangeran Mangkubumi, menuntut untuk menjadi penguasa sebagaimana Hamengkubuwana I menjadi Sultan Yogya. 

Keraton Kasunanan Solo. Penulis bersama  dua penjaga pintu Keraton Kasunanan, Solo.

Museum Keraton Kasunanan. "Gusti Ratih bade tindak Pasar Gede, nitih andong keraton."
Kota Solo dan Naik Becak. "Ndak pundi mbak ayu bade tindak pundi
Kok dingaren tindak wae ora numpak taksi
Dewekan opo ora wedi Timbang nganggur kulo gelem ngancani
Kleresan mas alias kebetulan
Blanjane akeh rodo kabotan
Yen purun enggal-enggal ngrencangi
Tekan ngomah mangke kulo upahi" (Lirik : Manthous).
Pada 1757 dibuat Perjanjian Salatiga yang menjadikan Raden Mas Said mendapat hak untuk menguasai sebagian wilayah Surakarta. Ia mendapat gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkunegara I.

Semua perjanjian-perjanjian itu dibuat dengan campur tangan VOC. Dengan demikian di tangan VOC, dinasti Pakubuwana mewujud menjadi tiga:

1. Keraton Kasunanan di desa Sala (Surakarta) dengan pemimpinnya yang disebut Sunan atau Susuhunan Pakubuwana.
2. Keraton Kasultanan yang dipimpin Sultan Hamengkubuwana. Lebih populer disebut Keraton Ngayogyakarta atau Keraton Yogyakarta.
3. Kadipaten Mangkunegaran yang wilayah kekuasaannya lebih kecil daripada Kasunanan Surakarta.

Kenangan tanda tangan penulis dan cerita nostalgia. Halaman judul buku Keraton Kasunanan Kisah Kebangsaan dari Solo karya Krisnina Maharani Akbar Tandjung yang menjadi sumber rujukan tulisan di blog ini. Terbit 10 Mei 2015. Nina juga menulis buku House of Solo dan Jejak Gula, Warisan Industri Gula di Solo. "Ratih..adalah teman lamaku yang barangkali 10 tahun ga ketemu.. sejak lulus di FISIP UI. aku kehilangan kontak sama Ratih. Tahu tahu pas di Solo Ratih berada di sebelah meja makanku walau berada agak jauh. Atas jasa seorang pelayan restoran sambil menanyakan kebenaran nama Ratih,, maka bertemulah kami.. Alhamdulilah.. Kami sering bersama kalau berangkat ke Rawamangun tempat kampus kami sebelum di Depok. Ratih.. is really cool smart n work hard." (Nina Tanjung).


 Fotografer dan Pengarah Gaya: Endro S. Markam

Tidak ada komentar: