Jumat, 13 Juli 2018

Oom Pasikom Mengritik dengan Sindiran


Pada zaman Orde Baru tidak ada media massa yang berani mengritik Presiden Suharto. Bahkan tulisan yang isinya kritik halus atau sindiran hampir tidak ada media massa yang berani memuatnya. Kalau tulisan berisi kritik terhadap Pemerintah muncul di majalah dan koran, maka media yang memuatnya akan dicabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers-nya. Kalau SIUPP sudah dicabut atau dibredel, maka semua karyawan di perusahaan pers itu akan kehilangan pekerjaan. 

Pada zaman Orba Menteri Penerangan Harmoko banyak membredel surat kabar dan majalah beroplah besar, di antaranya harian Indonesia Raya, Sinar Harapan, Media Indonesia, majalah Tempo, majalah Editor, tabloid Prioritas, tabloid Detik. Kebebasan Pers hampir tidak ada pada zaman itu. TVRI adalah satu-satunya stasiun televisi dan itu dipakai sebagai corong suara Pemerintah. Setiap kegiatan Presiden Suharto wajib diliput TVRI dan dimuat di halaman pertama koran-koran, termasuk Kompas. Tidak ada media massa yang berani menolak kewajiban meliput acara Presiden Suharto. Kalau menolak akan mendapat peringatan keras dari Departemen Penerangan. 

Harian  Kompas  beroplah terbanyak di Indonesia ini memiliki banyak pegawai yang mata pencahariannya tergantung pada keberlangsungan terbitnya koran ini. Agen dan loper koran pun mendapat keuntungan dari penerbitan harian ini. Ini membuat harian yang lahir pada 28 Juni 1965 ini semakin berhati-hati dalam tulisannya. Tapi bukan berarti koran Kompas bungkam terhadap sepak terjang Pemerintah. Harian ini tetap menyampaikan kritiknya melalui karya-karya karikatur Gerardus Mayola Sudarta berjudul Oom Pasikom yang terbit seminggu sekali. 

Oom Pasikom merupakan pengulangan berkali-kali dari nama surat kabar Kompas: Si Kompas, Si Kompas, hingga ditemukan penggalan Pasikom. Oom Pasikom digambar oleh G.M Sudarta sebagai figur yang selalu berjas dengan tambalan pada bagian sikut, bertopi, dan berwajah bulat. 
Karikatur Oom Pasikom mengritik dengan gambar yang lucu, tapi sindirannya tetap  tajam menyengat. Banyak kritik disampaikan G.M Sudarta melalui Oom Pasikom yang sulit bagi Pemerintah Orba untuk membredel  harian Kompas karena kritiknya berupa sindiran berbentuk gambar yang lucu. “Dengan kartun kita berteriak dalam bisikan bahwa ada yang perlu diperbaiki sebelum kita terlambat.” Itu kutipan Prof Yasuo Yoshitomi, guru besar Kyoto Seiko University yang dianut  G.M Sudarta.  

Karikaturis yang lebih suka disebut kartunis ini bekerja di harian Kompas sejak 1967.  Ia lahir di Klaten pada 20 Septermber 1945 dan meninggal pada 30 Juni 2018. Selain menggambar Oom Pasikom, ia juga melukis dengan cat minyak di atas kanvas. Wanita berambut panjang yang sering dijadikannya model lukisan kemudian dinikahinya. Pasangan ini memperoleh anak kembar. "Istri saya selalu mengeringkan rambut panjangnya dengan asap wangi dari rempah yang dibakar," cerita G.M Sudarta kepada saya pada 1995. Dari istri sebelumnya pria yang selalu berbusana serba hitam ini tidak mendapatkan keturunan.

Tidak ada komentar: