Minggu, 22 Juli 2018

Rumah Cimanggis dalam Kenangan




Kakek buyut Eng Swie Tan pernah menjadi pemilik rumah Cimanggis, Depok. “Rumah itu dibangun pada 1775 dan berganti-ganti pemiliknya. Salah satu pemiliknya yang membeli rumah itu dari orang Belanda adalah Tan Goan-Piauw, kakek buyut saya, Saya ingat, pada waktu saya masih kecil kerap diajak Ayah ke rumah di Cimanggis. Rumah itu dirawat oleh paman dan tante saya. Saya masih ingat bagaimana arsitektur bangunannya, dari luar seperti gaya rumah Jawa dan di dalam bergaya rumah Belanda. Rumah ini didesain oleh Johannes Smith. Saya juga masih ingat bingkai jendelanya yang diukir, pintu, ruang makan, dan mebelnya. Ada sepuluh tiang berbentuk silinder besar di beranda yang luas, roof-nya tinggi, ” cerita Eng Swie Tan kepada saya. Ia tinggal di Belanda dan pada Juli tahun ini ia sedang berlibur di Jakarta. “Pada waktu saya masih kanak-kanak saya sering dibawa orangtua saya mengunjungi rumah di Cimanggis. Rumah orangtua saya di Teluk Pucung. Dengan mobil kami ke Rumah Cimanggis menelusuri tepi sungai Ciliwung. Kami melalui perkebunan karet untuk sampai ke rumah itu. Awalnya rumah itu dibeli kakek buyut saya dari orang Belanda untuk menyimpan beras yang sangat banyak. Ia membeli rumah sekaligus halamannya seluas 3,992 hektare yang kemudian dijadikan perkebunan karet,” lanjut Eng Swie Tan.


Menurut ceritanya, Tan Goan-Piauw adalah Kapitein der Chinezen (Kapten Tionghoa) di Bogor pada 1878 – 1883 dan menjadi Kapitein-titulair pada 1883 -1890, status sosial yang tinggi pada zaman itu. Jabatan itu diberikan oleh Gubernur Jendral van der Parra. Tan Goan Piauw memiliki perkebunan karet di Cimanggis serta memiliki tanah Tegal Waru, Kandang Sapi, Sumadangan, dan Ciampel di wilayah Karawang yang total luasnya 61.098 hektare. Ia dikenal sebagai tuan tanah di sana. Selanjutnya rumah itu beralih kepemilikannya ke pemerintah Hindia Belanda dan Indonesia.

Setahun lalu pada waktu Eng Swie Tan berlibur ke Indonesia, ia mendatangi bekas rumah kakek moyangnya di Cimanggis. “Saya melihat rumah itu sudah tidak terawat, banyak kusen jendela dan pintu yang dicuri, dan ada pemancar radio tidak jauh dari rumah itu. Kabarnya, tempat itu sudah dimiliki oleh RRI,” katanya.
Pada 1978 tempat itu dijadikan rumah dinas 13 keluarga karyawan RRI. Pada 1984 Presiden Soeharto meresmikan tiga pemancar RRI di area itu.Kabar terakhir, di sana akan dibangun Universitas Islam Internasional.
 
Foto-foto koleksi Eng Swie Tan

Tidak ada komentar: