Jumat, 11 November 2016

Menarik Investor Asing Tanpa Mengorbankan Nasionalisme.


Soetaryo Sigit (1929 – 2014) adalah sarjana geologi pertama di Indonesia dan salah seorang tokoh penting pertambangan Indonesia.  Ia lulus dari jurusan Geologi FIPIA UI (kemudian menjadi ITB) pada 1956. Ia menjadi Kepala Jawatan Geologi pada 1958 kemudian bekerja di Departemen Pertambangan sebagai  Sekretaris Jenderal (1973 – 1983) dan Direktorat Jenderal Pertambangan Umum (1983 – 1989) di bawah Menteri Sadli dan Menteri Subroto. 

Di Departemen Pertambangan Sigit dihadapkan pada situasi rumit. Di satu sisi nasionalisme tidak boleh dikorbankan. Tapi di sisi lain isi perut bumi Nusantara hanya bisa bermanfaat  bagi rakyat bila dikeluarkan. Untuk mengeluarkan isi perut bumi dibutuhkan 5 M (men, money, method, machine, material).  Pada 1960an  Indonesia belum mampu untuk menambang sendiri, masih membutuhkan pihak asing untuk melaksanakannya. Tarik ulur antara nasionalisme dan pemodal asing terus terjadi di berbagai negara pemilik tambang di dunia. Pertambangan Indonesia semakin sulit karena gangguan keamanan dan pemberontakan meletus di pelbagai daerah. Keberhasilan usaha pengembangan sumber daya mineral lebih banyak ditentukan oleh kemantapan situasi politik dan iklim usaha, bukan hanya oleh kekayaan mineral. 

Pada 1965 investasi dan produksi benar-benar lumpuh. Pergolakan politik pada 1965 melahirkan pemerintah Orde Baru. Pemerintah Indonesia bangkrut pada 1966 dan sangat membutuhkan sumber keuangan dan investasi untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Terjadi reformasi besar-besaran di bidang ekonomi pada era Orba. Bila Presiden Soekarno menutup diri dari  modal asing, sebaliknya pada zaman Presiden Suharto pintu bagi investor asing dibuka lebar. 

Pada 10 Januari 1967 terbit UU Nomor 1 tentang Penanaman Modal Asing. Soetaryo Sigit menjadi Ketua Panitia Penyusunan Naskah RUU Pertambangan Indonesia. Pada 2 Desember 1967 terbitlah Undang-undang Nomor 11 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Dengan demikian Indonesia memiliki produk hukum pertambangan yang siap untuk menyambut masuknya investor  pertambangan internasional ke Indonesia. 

Perjuangan Sigit dalam merancang, melakukan sosialisasi dan mempromosikan undang-undang baru itu kepada kalangan investor, tentu bukan hal yang mudah. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 dibuat dengan harapan akan dapat diterima oleh kalangan pertambangan internasional. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 ini  juga mengacu pada  pasal 33 UUD 1945. Artinya, cadangan kekayaan alam di perut bumi bukan milik investor. Tetapi investor harus diberi jaminan jangka panjang bahwa modal besar yang ditanamnya bisa memberi keuntungan. Jalan tengahnya adalah Kontrak Karya di mana perusahaan asing hanya Kontraktor bagi pemerintah. Tapi kontraktor asing mendapat kepastian hukum, karena Kontrak Karya dilindungi Undang-undang Penanaman Modal Asing 1967. 
Di puncak Monas, 19 Oktober 2016
 


Sigit  menjadi Ketua Panitia Teknis Perundingan Kerjasama Luar Negeri sektor pertambangan dan konseptor Kontrak Karya untuk  perusahaan-perusahaan pertambangan asing di Indonesia. Puluhan Kontrak Karya yang dihasilkannya. Dalam konsep Kontrak Karya disebutkan pemerintah Indonesia tetap menjadi pemilik (Principal) dan perusahaan pertambangan asing sebagai Kontraktor (bukan pemilik).
Perusahaan-perusahaan pertambangan asing diwajibkan memberi kesejahteraan bagi penduduk lokal, mempekerjakan penduduk lokal, meminimalisir kerusakan lingkungan hidup, dan melestarikan kembali lingkungan hidup setelah penambangan selesai.

Ia juga mengembangkan produksi batubara Indonesia. Pada waktu itu Indonesia belum cukup modal dan belum mampu mengembangkan usaha pertambangan skala besar. Pada 1978 Departemen Pertambangan dan Energi mengundang para penanam modal asing untuk melaksanakan eksplorasi dan pengembangan batubara di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. 

Atas jasa-jasanya di dunia pertambangan, Soetaryo Sigit  mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari ITB. Ia sering diundang ke berbagai negara untuk  menceritakan bagaimana keberhasilan Indonseia menarik investor asing tanpa mengorbankan nasionalismenya. Sigit mendapat beberapa bintang jasa dari Pemerintah Indonesia dan penghargaan dari mancanegara. Ia juga pernah menjadi Komisaris Utama PT Tambang Batubara Bukit Asam, Dewan Penasehat Indonesian Mining Association, Komisaris PT INCO, dan PT Adaro.

Tidak ada komentar: