Rabu, 30 November 2016

Perangko dan Peristiwa Sejarah



Generasi yang lahir  setelah tahun 1995 jarang sekali yang membeli perangko untuk mengirim surat, karena sudah ada internet. Sebelum era internet orang mengirim surat melalui kantorpos. Perlu membeli perangko sebagai biaya untuk mengirim surat. Perangko-perangko diberi gambar tentang peristiwa penting atau gambar tokoh-tokoh bangsa. Gambar-gambarnya bagus. Para filatelis (kolektor perangko) menyimpan berbagai macam seri perangko dari berbagai negara. Kegiatan filateli ini cukup menarik sampai awal 1980an. 

Pada 1948 perwakilan Indonesia di New York menginstruksikan perusahaan perangko J & H Stolow Inc untuk menyiapkan seri perangko untuk Republik Indonesia. Seri pertama perangko itu bertuliskan ‘Repoeblik Indonesia’. Pada 1949 ejaan dari ‘oe’ diubah menjadi ‘u’ sehingga seri perangko itu juga diterbitkan dengan tulisan ‘Republik Indonesia’. Peristiwa 6 Juli 1949 menjadi memori pada gambar perangko RI. 


Ibukota RI pindah dari Jakarta ke Yogyakarta pada Januari 1946 karena Jakarta menjadi tidak aman dengan kembalinya tentara Belanda ke Indonesia. Presiden Soekarno, Perdana Menteri Sjahrir, Mohammad Roem, Amir Sjarifudin hampir dibunuh tentara NICA di Jakarta. Pada 3 Januari 1946 malam Presiden, Wakil Presiden, dan para menteri mengungsi ke Yogyakarta naik kereta api. Di Yogyakarta mereka mengurus semua kegiatan pemerintahan RI. 

Namun Yogyakarta diserang tentara Belanda pada 19 Desember 1948. Mereka menangkap Presiden Soekarno, Wakil Presiden  Mohammad Hatta, Perdana Menteri Sjahrir dan  beberapa tokoh lainnya. Mereka diasingkan di Bangka. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjarifudin Prawiranegara.
 
Di Yogyakarta para tentara Indonesia dipimpin Jenderal Sudirman secara besar-besaran  menyerang tentara Belanda pada 1 Maret 1949. Jenderal Sudirman ingin  membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI masih kuat dan sanggup melawan Belanda. Ini  memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB. 

Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X menjadi pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta. Peristiwa TNI menyerang Belanda di Yogyakarta ini dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949. Akhirnya  Dewan Keamanan PBB dalam sidangnya pada 23 Maret 1949 memutuskan: penjajah Belanda harus ke luar dari wilayah RI dimulai dari Yogyakarta yang pada waktu itu menjadi ibukota RI.
Kemudian dilanjutkan dengan perundingan yang menghasilkan Perjanjian Roem – Royen. Salah satu isi perjanjian itu: Yogyakarta dibebaskan dari pendudukan tentara Belanda. Sejak 24 Juni – 29 Juni 1949 tentara Belanda ditarik ke luar dari Yogyakarta. Tanggal 29 Juni  1949 dinyatakan sebagai tanggal kembalinya Yogyakarta sebagai ibukota RI. Para pemimpin bangsa Indonesia tiba di Yogyakarta dari pengasingan di Bangka pada 6 Juli 1949. Jakarta kembali menjadi ibukota RI pada 27 Desember 1949.

 Foto: Buku ’71 Tahun Bingkisan Revolusi’ oleh Kantor Berita Antara
 

 

Tidak ada komentar: