Sabtu, 09 Februari 2019

Biografi B.N.Wahju

Ratih Poeradisastrra dan Bambang Haryanto

Biografi Beni Nurtjahja Wahju yang saya tulis bersama Bambang Haryanto diluncurkan  pada 21 Januari 2019 di hotel Ritz Carlton, Jakarta. Para narasumber yang saya wawancarai seperti Prof. Emil Salim (mantan Menteri Lingkungan Hidup), Prof. DR. Kuntoro Mangkusubroto (mantan Menteri Pertambangan dan Energi), Erry Riyana Hardjapamekas (mantan Komisaris Bank BNI), Ir. Kosim Gandataruna (mantan Dirjen Pertambangan Umum), Tony Wenas (CEO PT Freeport Indonesia), pengusaha Shanti Soedarpo, Nico Kanter (Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk), Prof. DR. R.P. Koesoemadinata (dosen ITB), dan lain-lain menghadiri acara ini.

 Sorowako pada 1960an adalah daerah terpencil di Sulawesi Selatan yang belum dialiri listrik, belum ada jalan beraspal, belum ada sekolah, belum ada saluran air bersih, belum ada pasar yang ramai, belum ada rumah sakit. Sorowako mulai menjadi kota yang ‘hidup’ setelah perusahaan tambang nikel asal Kanada hadir di sana pada 1968. INCO (International Nickel Company) menandatangani Kontrak Karya dengan pemerintah RI pada 27 Juli 1968.  Perusahaan itu membuat jalan, lapangan terbang, pembangkit listrik, saluran air, perumahan, klinik, dan pelabuhan di Sulawesi Selatan. Beni Wahju bekerja di sana sebagai geologist sejak awal berdirinya PT INCO di Indonesia (kini menjadi PT Vale Indonesia Tbk) sampai masa pensiunnya sebagai Presiden Direktur.

Di kalangan dunia pertambangan nama Beni Wahju sangat dikenal. Bukan saja karena ia adalah pelopor geologi eksplorasi, melainkan ia aktif melakukan community development (kini disebut CSR) melalui INCO. Ia memberi kesempatan kepada masyarakat di Sorowako untuk menempuh pendidikan di sekolah yang didirikan  INCO. Melalui Yayasan Pendidikan Sorowako yang didirikannya ia membuka kesempatan kepada murid-murid bangsa kita untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Di Sorowako ia juga mengadakan kegiatan Pramuka dan mengirim mereka ke Jambore Nasional di Cibubur. Ia juga merekrut para pegawai lokal untuk bekerja di INCO dan sebagian adalah mantan pemberontak DI/TII. Dengan memberi kesempatan kerja, ekonomi mereka menjadi lebih sejahtera, dan mereka tidak tertarik lagi untuk aktif di DI/TII. Perusahaan ini juga melakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat setempat.
Mantan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Prof. DR. Emil Salim,
Mantan Menteri Pertambangan dan Energi Prof. DR. Kuntoro Mangkusubroto,
dan Ratih Poeradisastra

Yang menarik adalah meski bekerja di perusahaan tambang.  Beni sangat aktif menjaga kelestarian lingkungan hidup. Prinsipnya:  geologiwan seharusnya juga menjadi pencinta lingkungan, karena keduanya menjalankan  prinsip yang sama yaitu pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Nama Beni diabadikan pada spesies ikan Telmatherina wahjui dalam kazanah zoologi dunia karena ia membantu penelitian mengenai ikan yang hidup di danau-danau di Sulawesi. Penelitian itu dilakukan oleh ahli zoologi Maurice Kottelat asal Swiss.
 
Nico Kanter (CEO PT Vale Indonesia Tbk) dan
Tony Wenas (CEO PT Freeport Indonesia)
Beni  juga mendapat penghargaan Oak Leaf Award dari The Nature Conservancy (TNC), organisasi internasional di bidang lingkungan hidup. Beni adalah Pendiri dan Ketua Dewan Pengurus Yayasan Pusaka Alam Nusantara (YPAN). YPAN bersama TNC mengelola Taman Nasional Lore Lindu di Sulawesi Tengah dan Komodo di Nusa Tenggara Timur,  melakukan konservasi orangutan di  hulu sungai Berau (Kalimantan), serta konservasi keanekaragaman hayati laut di  kepulauan Tukang Besi dan di kepulauan Raja Ampat (Papua). Prinsip Beni adalah setiap perusahaan tambang harus melakukan good mining practices. Perusahaan tambang harus memberi kesejahtraan masyarakat di sekitar daerah pertambangan dan menghijaukan kembali bekas lahan tambang.




Tidak ada komentar: