Selasa, 20 Oktober 2020

Boedi Oetomo

Di ruang anatomi di STOVIA (sekolah kedokteran) di Batavia dimulai kebangkitan nasional. Di sana pada Minggu 20 Mei 1908 pukul 9 pagi Soetomo, mahasiswa STOVIA, memimpin rapat. Didepannya ada beberapa calon dokter, diantaranya Goenawan Mangoenkoesoemo, Soeradji, dan Soewarno. Soetomo menyebutkan pentingnya organisasi untuk memajukan pendidikan dan kebudayaan di Hindia Belanda (kelak berubah nama menjadi Indonesia). Setahun sebelumnya Soetomo bertemu dengan Dokter Wahidin Soedirohoesodo. Wahidin mengatakan, perlu pengumpulan dana untuk pendidikan kaum bumiputera. Rapat di ruang anatomi ini menjadi awal berdirinya perkumpulan Boedi Oetomo. Ini adalah organisasi modern pertama di Nusantara dan mengawali pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Sebulan kemudian, Juni 1908, berdirinya Boedi Oetomo diumumkan di koran Bataviaasch Nieuwsblad. Maklumat yang ditandatangani sekretaris organisasi itu, Soewarno, antara lain berbunyi: “Boedi Oetomo berdiri untuk memperbaiki rakyat kita, terutama rakyat kecil.”
Pada Oktober 1908 kongres pertama Boedi Oetomo diadakan di gedung Sekolah Pendidikan Guru (Kweekschool) di Yogyakarta. Wahidin Soedirohoesodo, penggagas awal berdirinya organisasi itu, menjadi pemimpin rapat. Pada waktu itu Boedi Oetomo sudah memiliki 1200 anggota. Kongres terbuka untuk umum, sekitar 300 orang yang hadir. Mayoritas peserta kongres berasal dari kalangan priyayi Jawa. Sri Paku Alam V dari Keraton Yogyakarta dan putranya, Pangeran Ario Noto Dirodjo, ikut hadir. Para Bupati juga hadir. Para Bupati yang tak sempat hadir, mengirim utusan. Bupati Karanganyar, Raden Adipati Tirtokoesomo, dipilih menjadi Ketua Boedi Oetomo oleh para peserta kongres. Semua koran di Hindia Belanda memberitakan perhelatan hari itu.

Banyaknya kaum ningrat yang hadir tak lepas dari politik etis Belanda pada waktu itu. Pemerintah Belanda memberikan pendidikan di Leiden, Belanda, bagi kalangan bangsawan keraton. Sebagian dari mereka adalah R.M. Soerjosoeparto (kelak menjadi Mangkunegara VIII), R.M. Woerjaningrat, Pangeran Ngabehi (kelak menjadi Pakubuwono XI), dan Pangeran Hadiwidjojo. Mereka kemudian aktif di Boedi Oetomo bergabung dengan para mahasiswa STOVIA.

Para kaum ningrat di Boedi Oetomo tak ingin menjadikan organisasi ini sebagai organisasi politik. Mereka ingin organisasi ini membangun sekolah-sekolah di pedalaman. Para priyayi berpendidikan Barat ini ingin berhati-hati dalam berpolitik. Sejak hari pertama tempat kongres Boedi Oetomo sudah dipantau polisi rahasia Hindia Belanda. Jalannya pertemuan dilaporkan secara terinci dalam laporan rahasia Sekretaris Gubernur Jenderal nomor 344 tanggal 15 Oktober 1908 kepada Gubernur Jenderal J.B. van Heutz.

Sedangkan Tjipto Mangoenkoesoemo (kakak Goenawan Mangoenkoesoemo) justru ingin Boedi Oetomo menjadi partai politik agar lebih leluasa memperjuangkan kepentingan rakyat. Karena berbeda visi, Dokter Tjipto Mangoenkoesoemo keluar dari Boedi Oetomo dan mendirikan Indische Partij. Dokter Soetomo juga keluar dari organisasi itu dan mendirikan organisasi baru: Surabaja Studie Club.


Sumber: buku Tjokroaminoto, Guru Para Pendiri Bangsa dari Seri Buku Tempo -Bapak Bangsa

Lokasi pemotretan: Museum Kebangkitan Nasional

Fotografer: Endro S.Markam


Tidak ada komentar: