Minggu, 04 Oktober 2015

Museum Benteng Heritage



11 November 2011 puku 20.11 Museum Benteng Heritage milik Udaya Halim diresmikan. Udaya adalah salah seorang Cina Benteng yang banyak bermukim di Tangerang. Dinamakan Cina Benteng karena pada zaman penjajahan Belanda terdapat benteng di tepi sungai Cisadane. Orang-orang Cina di sekitar benteng sejak tahun 1700an menjadi buruh, pedagang kecil, dan petani.

Museum berada di dalam Pasar Lama yang becek, di tengah para penjual ikan, daging, sayur, buah, dan kebutuhan sehari-hari. Pasar itu buka pada pagi hari dan tutup pada siang hari. Museum berada di timur sungai Cisadane, di Jalan Cilame, Tangerang.

Museum ini termasuk bangunan tertua di Tangerang yang direstorasi Udaya Halim pada 2009. Bangunan ini dipertahankan sebagaimana bentuk aslinya. Di dalamnya berisi berbagai koleksi benda antik etnis Cina, seperti timbangan opium, permainan judi mahyong, busana bangsawan Cina, kebaya encim, keramik, lukisan, artefak, alat-alat musik, juga sepatu anak kecil untuk wanita dewasa. Pada zaman dulu para wanita bangsawan Cina dipatahkan tulang-tulang kakinya pada waktu mereka berusia tiga tahun. Kaki mereka diikat sedemikian rupa sehingga tetap kecil, tak pernah berkembang sesuai dengan pertumbuhan tubuh mereka. Tujuannya agar mereka tidak bisa pergi bebas dan tidak melarikan diri bila tidak berkenan dengan jodoh yang dipilihkan untuk mereka.

Di tengah museum ada relief abad ke-18 yang menggambarkan penggalan cerita Three Kingdoms. Juga disimpan koleksi cerita silat tua karya OKT (Oey Kim Tiang).

Sejak zaman dulu produksi kecap menjadi andalan para orang Cina di Tangerang. Di museum ini disajikan cerita audio visual tentang pembuatan kecap secara tradisional dan merk-merk kecap Benteng yang terkenal, di antaranya Ketjap Teng Giok Seng dan Siong Hin. Tempat pembuatan kecap Siong Hin ada di dekat museum dan masih berproduksi sampai sekarang. Anda bisa membeli sovenir dan makan lontong cap go meh di lantai 1 museum ini.Di dekat museum juga ada kelenteng Boen Tek Bio yang dibangun pada 1750. Boen berarti sastra, Tek berarti kebajikan, Bio berarti tempat ibadah. Anda masuk dari pintu yang bertuliskan pintu Kesusilaan dan ke luar dari pintu yang bertuliskan Jalan Kebenaran. Kelenteng ini dibangun oleh para penghuni perkampungan Petak Sembilan. Di dekat kelenteng juga ada bangunan berarsitektur Cina yang bertuliskan Roemboer (Rumah Burung) milik Udaya Halim. Pada zaman dulu rumah-rumah di sini menyediakan tempat di luar rumah bagi burung-burung walet untuk membuat sarang. Di Roemboer ini disimpan berbagai koleksi benda antik seperti lukisan, telepon, kamera, lampu, senjata tajam, dan sebagainya. Dari jendela rumah ini kita dapat melihat sungai Cisadane dengan sampan kayu hilir mudik.

Di tepi sungai ini terdapat jamban yang dulu masih berfungsi kemudian dihancurkan lalu direstorasi. Kini tidak lagi berfungsi sebagai jamban, hanya sebagai tempat yang memiliki nilai sejarah di mana para orang Cina pada zaman dulu di sini mengumpulkan uang untuk membangun jalan di Tangerang.

Di daerah pecinan ini, tak jauh dari kelenteng, juga dibangun mesjid di Jalan Kalipasir. Tidak ada benturan antar agama di sini. Muslim, Budha, dan Konghucu, saling menghargai kepercayaan masing-masing.

Bersama teman-teman SMA kelas 3 IPA 6 saya datang ke sini pada 21 Maret 2015. Titik Liutama, teman saya, mensponsori kegiatan ini.

Tidak ada komentar: