Kamis, 12 April 2018

Presiden Soekarno Menjadi Model Patung Dirgantara



Presiden Soekarno berbincang dengan pematung Edhi Sunarso di teras belakang Istana Negara pada suatu hari. Hubungan mereka cukup dekat. Edhi adalah juara ke-dua kompetisi pematung kelas dunia di London pada 1953. 

“Dhi, saya mau membuat patung Dirgantara untuk menghormati para pahlawan penerbang Indonesia. Kau tau kalau bangsa Amerika, bangsa Soviet, bisa bangga pada industri pesawatnya. Indonesia, apa yang bisa kita banggakan? Keberaniannya!” kata Presiden.“Kita memang belum bisa membuat pesawat terbang, tetapi kita punya pahlawan kedirgantaraan Indonesia yang gagah berani. Kalau Amerika dan Soviet bisa membanggakan dirinya karena punya industri pesawat, kita juga harus punya kebanggaan. Jiwa patriotisme itulah kebanggaan kita! Karena itu saya ingin membuat sebuah monumen manusia Indonesia yang sedang terbang dengan gagah berani, untuk menggambarkan keberanian bangsa Indonesia. Kalau dalam tokoh pewayangan seperti Gatotkaca yang sedang menjejak di bumi.”

Ketika mendengar permintaan Presiden, Edhi Sunarso sebenarnya ragu karena ia belum pernah membuat patung dari bahan perunggu. Presiden memahami gestur keraguan Edhi. Presiden kemudian menegaskan:“Hei, Dhi. Kamu punya rasa bangga berbangsa dan bernegara atau tidak? Apa perlu saya menyuruh seniman luar untuk mengerjakan monumen dalam negeri sendiri? Saya tidak mau kau coba-coba. Kau harus sanggup!”

Edhi diberi waktu seminggu untuk mempertimbangkannya. Setelah tenggat waktu itu Edhi menyanggupinya. Patung Dirgantara dirancang Edhi Sunarso pada 1964 – 1965. Tahap pertama Edhi harus menyajikan rancangannya dalam bentuk model dari gypsum. Presiden Soekarno yang menjadi modelnya. Sebelum maket patung dikerjakan Edhi Sunarso, Presiden Soekarno berulang kali memperagakan bagaimana model patungnya harus berdiri. Kemudian Edhi menyebutkan: ia ingin menambahkan satu pesawat dengan posisi digenggam oleh patung Dirgantara. Tetapi Presiden Soekarno tidak setuju karena pesawat itu seperti mainan anak-anak.

Patung Manusia Angkasa itu bernama Gatotkaca Mental Bentolo. Proses pengerjaannya diawasi langsung oleh Presiden Soekarno. Berat patung perunggu itu mencapai 11 ton, tinggi sosok patung 11 meter, tinggi pedestal lengkungnya 27 meter.  Edhi mampu menerjemahkan semangat zamannya. Patung-patungnya hadir dengan barik kasar, menyiratkan gelora dan membakar semangat. Patung Dirgantara ini diletakkan di Jalan Jenderal Gatot Subroto, berseberangan dengan Wisma Aldiron Dirgantara yang dulunya adalah Mabes TNI AU. Patung  ini menghadap ke arah Tebet dan lebih dikenal sebagai patung Pancoran.



Biaya pembuatan patung ini Rp 12 juta pada 1964. Biaya awal ditanggung oleh sang pematung Edhi Sunarso. Pemerintah hanya membayar lima juta rupiah. Untuk menutupi kekurangannya Presiden Soekarno menjual mobil pribadinya seharga satu juta rupiah. Kekurangan enam juta rupiah masih menjadi utang Pemerintah. Pembuatan patung ini sempat tersendat karena peristiwa G 30 S pada 1965.

Karya Edhi Sunarso lainnya adalah patung Selamat Datang di bundaran Hotel Indonesia dan patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng. Ide Presiden Soekarno membangun patung-patung itu untuk mengingatkan pada peristiwa penting bagi bangsa Indonesia. Patung ‘Selamat Datang’ yang dibangun pada 1962 dibuat dalam rangka Asian Games. 

Patung ‘Pembebasan Irian Barat’ yang dibangun pada 1963 mengingatkan pada peristiwa sejarah memperjuangkan pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda. Irian Barat kini bernama Papua.
Patung ‘Dirgantara’ dibangun untuk penghargaan kepada Angkatan Udara RI dengan harapan kita akan mampu menguasai dirgantara seperti bangsa-bangsa maju di dunia. Monumen ini tak sempat diresmikan Presiden Soekarno karena beliau sakit kemudian wafat pada 21 Juni 1970.

Sumber: Buku ‘Konservasi Patung Dirgantara’ oleh Pusat Konservasi Cagar Budaya Pemprov DKI Jakarta


Tidak ada komentar: