Sabtu, 17 Maret 2018

Pelintiran Kebencian


Kampanye para oportunis politik kerap menggunakan intoleransi agama dan rekayasa ketersinggungan agama untuk memobilisasi pendukung dan menyingkirkan lawannya.  Ujaran kebencian dan ketersinggungan agama dimanfaatkan, ruang demokratis dieksploitasi. Itulah antara lain yang ditulis Cherian George dalam buku Hate Spin (Pelintiran Kebencian). Untuk menulis buku ini George meneliti tiga negara: Amerika Serikat (mayoritas Kristen), India (mayoritas Hindu), dan Indonesia (mayoritas Islam). 

Pelintiran kebencian adalah teknik politik pertikaian yang secara strategis memainkan hasutan, penghinnaan, dan kertersinggungan. Pelintiran kebencian mengeksploitasi kebebasan dalam demokrasi. Identitas-identitas kelompok dijadikan sumber daya dalam aksi-aksi massa.
Hak asasi manusia internasional mengharuskan negara melindungi masyarakat dari hasutan yang menyerukan diskriminasi dan kekerasan. Selalu ada kemungkinan muncul ketersinggungan yang dibuat-buat yang pada akhirnya dipakai sebagai senjata politik. Jadi regulasi ujaran kebencian  diperlukan untuk meniadakan aktor-aktor yang menghasut  tindak  kekerasan terhadap kelompok-kelompok rentan.

Cara terbaik untuk menjunjung nilai-nilai tinggi agama adalah dengan melindungi hak-hak kebebasan beragama  dan menganut kepercayaan, serta menjamin hak beragama setiap individu. Perlu ditingkatkan usaha untuk kesetaraan hak beragama dan anti-diskriminasi.
Penghinaan terhadap agama tidak dapat dimusnahkan, namun dapat disingkirkan dari arus utama politik. Caranya dengan menghargai perbedaan, menerapkan hukum, ketegasan kepemimpinan politik, dan kerja sama media serta warga negara.

Tidak ada komentar: