Kamis, 07 Mei 2020

Srihana-Srihani



Saya narsis di halaman istana Cipanas pada 9 Mei 2015. Di tempat inilah Presiden Soekarno berkencan dengan Hartini, perempuan 28 tahun beranak lima. Suasana istana ini sangat romantis, sunyi, indah. Udaranya sejuk, tersedia kolam pemandian air hangat di dalam istana. Pohon-pohonnya sangat rimbun di atas lahan seluas 26 hektare. Menurut Hartini, Bung Karno sangat romantis. Mereka sering berkirim surat dengan nama samaran Srihana (Bung Karno) dan Srihani (Hartini). Nama Srihani kemudian dipakai menjadi nama rumah Hartini di Bogor.

Setelah dua tahun Hartini kerap menemui Presiden Soekarno di istana Cipanas, mereka menikah 7 Juli 1954 di sini. Pernikahan ke-empat bagi Presiden Soekarno yang ketika itu berusia 53 tahun. “Saya yang melepas jas dan membuka sepatu beliau, mengurus makannya, menyiapkan perlengkapan mandi dan pakaiannya di kamar mandi. Kami selalu mandi berdua. Saya sangat menghormati Bapak. Kalau berbicara dengannya, saya selalu menggunakan bahasa kromo inggil, bahasa Jawa halus, meski di tempat tidur,” cerita Hartini. “Beliau tak pernah salah menyebut nama saya. Bahkan ketika kami bercinta, beliau tidak pernah keceplosan menyebut nama wanita lain. Beliau memang hebat.” Presiden Soekarno masih berstatus sebagai suami Ibu Fatmawati pada waktu itu.
Hartini sangat menjaga penampilannya. Tubuhnya langsing, kulitnya halus, dan tumitnya tampak merah jambu menyembul di balik sarung batiknya. “Saya selalu tampil rapi, tidak mau rambut saya penuh rol dan muka berminyak di hadapan Bapak. Saya hanya menjadi acak-acakan di tempat tidur. Saya meratus rambut, luluran, dan minum jamu yang saya racik sendiri. Sehabis menstruasi saya minum ramuan buatan sendiri berupa campuran temulawak, kunyit, dan asam. Semua saya lakukan untuk suami saya dan juga agar masyarakat menilai bahwa saya pantas mendampingi Bapak. Untuk urusan dandan, Bapak mengajari saya untuk memakai sarung batik dengan benar agar tetap rapi ketika melangkah.”

Pendidikan Hartini adalah Sekolah Kepandaian Putri. Agar tidak terlalu jauh jurang pendidikannya dengan Ir. Soekarno, ia belajar bahasa Inggris dan etiket dari istri Kepala Polisi Bogor. Seorang guru didatangkan dari Jakarta untuk mengajarkannya tata krama di meja makan. Presiden Soekarno menasehatinya agar mengambil makanan yang mudah dimakan saja pada jamuan resmi. Jangan sampai ada potongan rendang terpelanting di meja atau sulit menggigit daging ayam.“Bapak juga mengajarkan saya untuk banyak membaca. Beliau sangat luas pengetahuannya. Beliau memberi buku-buku karyanya, seperti Sarinah, Indonesia Menggugat, dan sebagainya. Kemudian saya dites untuk mengetahui apakah benar saya sudah membaca buku-bukunya.”
Hartini tak meminta cerai dari Bung Karno, meski ada lima perempuan lain yang kemudian menjadi istri sang Proklamator. Ia mendampingi suaminya pada hari-hari terakhir hidup Presiden pertama kita. Bung Karno kembali kepada Yang Maha Mencintainya pada usia 69 tahun, 21 Juni 1970.

Sumber: Buku Last Days of Soekarno karya Ross T.Nugroho


Tidak ada komentar: