Jumat, 16 Maret 2018

Berdakwah dengan Musik dan Film



Begadang... jangan begadang, kalau tiada artinya...
Begadang boleh saja kalau ada perlunya...

Itu lagu dangdut yang sangat populer yang diciptakan dan dinyanyikan Rhoma Irama pada 1973. Lagu-lagunya enak dinyanyikan dan selalu mengandung unsur dakwah, seperti lagu Shalawat Badar, Perjuangan dan Doa, Setan Pasti Kalah, Sebujur Bangkai, Roda Kehidupan, Judi, dan sebagainya. Lagunya yang juga sangat digemari adalah Rupiah, Darah Muda, dan Penasaran. Ada 328 lagu yang diciptakannya. Sejak mendirikan Soneta Band pada 13 Oktober 1973 Rhoma Irama memiliki jutaan penggemar. Ia sangat populer pada era 1970 sampai 1990an. Di mana pun ia manggung selalu penontonnya meluap, puluhan ribu orang.

Melalui lagu-lagunya ia juga sering mengritik Pemerintah Orde Baru. Ketika Pemerintah Orba menjual kupon Sumbangan Sosial Berhadiah untuk mengumpulkan uang dari masyarakat, Rhoma menciptakan lagu ‘Judi’. Lagu itu mengritik Pemerintah Orba yang melegalkan perjudian melalui kupon itu. Pada pertengahan 1980-an ia menciptakan lagu Hak Asasi Manusia. Lagu  ini diciptakannya untuk mengritik sikap rezim Orba yang tak menjunjung tinggi hak asasi manusia. 


Rhoma Irama berdakwah melalui musik dan film. Ada 28 film yang dibintanginya, antara lain: Nada dan Dakwah, Pengabdian, Sebuah Pengorbanan, dan Terjebak dalam Dosa.Yang paling populer adalah film Satria Bergitar tentang musafir yang tidak haus kekuasaan dan mengajak orang menjadi muslim yang baik. 

Pemerintahan Orde Baru mengawasi setiap kegiatannya ketika ia mulai menjadi juru kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pada masa itu hanya ada PPP, PDI, dan Golkar, bukan banyak partai seperti sekarang. Banyak rakyat memilih PPP antara lain karena pengaruh dari lagu-lagu dakwah Rhoma Irama. Meski hanya simpatisan, bukan kader, apalagi pengurus partai, tampilnya Rhoma sebagai juru kampanye mampu menggenjot perolehan suara PPP. 

Pada Pemilihan Umum 1977 untuk pertama kalinya suara partai berlambang Kabah itu mampu mengalahkan Golongan Karya. Pesona Rhoma membuat penguasa Orba waspada. Sejumlah cara dilakukan untuk 'membungkam' sang legenda. TVRI, satu-satu stasiun TV pada masa itu, tidak mengizinkan Rhoma dan Soneta Group tampil.  Izin-izin untuk tampil  off air juga dipersulit, lagu-lagunya dicekal. Pada 1970-sampai 1980-an sempat terjadi empat kali upaya pembunuhan terhadap Rhoma. “Ia diancam dengan belati di Medan, dengan golok di Palembang, dengan peluru di Jember, dan dengan granat di Jawa Timur,” tulis Moh. Shofan dalam buku ‘Rhoma Irama Politik Dakwah dalam Nada’.


Gubernur dipilih oleh Presiden pada zaman Orba.  Semua kepala daerah diminta untuk memenangkan Golongan Karya dalam pemilu. Bila Golkar tidak menang di daerah yang mereka pimpin, maka mereka dianggap tidak memiliki prestasi.  Gubernur Jakarta Ali Sadikin tidak mau seperti itu. Ia ingin pemilu dilakukan dengan jujur, adil, dan demokratis. Golkar kalah di wilayah DKI Jakarta pada pemilu 1977. Partai Persatuan Pembangunan mendapat suara terbanyak. Itu antara lain karena kontribusi suara yang besar dari pengemar Rhoma. Kemenangan itu berulang pada pemilu 1982. 

Jumlah penggemar Rhoma menyusut ketika ia meninggalkan PPP pada 1997. Berat hidup pada zaman Orba. Rhoma memilih masuk Golkar.

Tidak ada komentar: