Senin, 20 Juli 2020

Sumpah Pemuda Keturunan Arab



Pada  4 -5 Oktober 1934 para pemuda keturunan Arab di Nusantara melakukan kongres di Semarang. Dalam kongres ini mereka sepakat mengakui Indonesia sebagai tanah air mereka. Sebelumnya kalangan keturunan Arab berangapan bahwa tanah air mereka adalah negeri-negeri Arab dan senantiasa berorientasi ke Arab. Kongres pemuda keturunan Arab ini jarang diketahui masyarakat karena tidak diajarkan dalam mata pelajaran sejarah di Indonesia.
Pemerintah Kolonial Belanda membagi tiga strata masyarakat di Nusantara. Kelas satu adalah warga kulit putih (Eropa, Amerika, Jepang), kelas dua adalah warga Timur Asing (Arab, India, China) dan kelas tiga adalah pribumi Indonesia. Orang-orang Arab yang hijrah ke Indonesia mayoritas berasal dari Hadramauth, Yaman Selatan. Seluruh orang Arab itu laki-laki,  karena kendala jarak dan karena tradisi Arab (wanita tidak ikut bepergian). Mereka datang tanpa membawa istri atau saudara wanita. Orang-orang Arab itu menikah dengan wanita pribumi. Orang Eropa menyebut pribumi dengan istilah inlander (bangsa kuli),  sementara keturunan Arab menyebut pribumi dengan istilah ahwal yang artinya saudara ibu. Sebab memang seluruh keturunan Arab pasti ibunya pribumi.
Gubernur Jakarta Anies Baswedan, cucu dari Abdurrahman Baswedan
Pada 1 Agustus 1934  harian Matahari Semarang memuat tulisan Abdurrahman Baswedan tentang orang-orang Arab. A.R. Baswedan adalah peranakan Arab asal Ampel Surabaya. Pada artikel itu terpampang foto A.R.Baswedan mengenakan blangkon. Ia mengajak keturunan Arab, seperti dirinya, menganut asas kewarganegaraan ius soli: di mana saya lahir, di situlah tanah airku. Artikel  Peranakan Arab dan Totoknya berisi anjurannya tentang pengakuan Indonesia sebagai tanah air.
Artikel itu juga memuat pokok-pokok pikirannya: Tanah air Arab peranakan adalah Indonesia; Kultur Arab peranakan adalah kultur Indonesia – Islam; Arab peranakan wajib bekerja untuk tanah air dan masyarakat Indonesia; Perlu didirikan organisasi politik khusus untuk Arab peranakan; Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan perselisihan dalam masyarakat Arab; Jauhi kehidupan menyendiri dan sesuaikan dengan keadaan zaman dan masyarakat Indonesia. Artikel A.R.Baswedan ini dipilih oleh Majalah Tempo edisi Mei 2008 sebagai salah satu dari 100 tulisan paling berpengaruh dalam sejarah bangsa Indonesia.
Artikel yang menggemparkan itu ditulis A.R.Baswedan pada waktu ia  berusia 26 tahun.  A.R.Baswedan melalui harian Matahari secara rutin melontarkan pemikiran-pemikiran tentang pentingnya integrasi, persatuan orang Arab di Indonesia, untuk bersama-sama bangsa Indonesia yang lain memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. A.R.Baswedan juga aktif menyerukan pada orang-orang keturunan Arab agar bersatu membantu perjuangan Indonesia. Untuk itu, A.R.Baswedan berkeliling ke berbagai kota untuk berpidato dan menyebarkan pandangannya pada kalangan keturunan Arab.

Konferensi Pemuda Keturunan Arab

Dalam konferensi di Semarang itu A.R.Baswedan pertama-tama mengajukan pertanyaan di mana tanah airnya. Para pemuda yang menghadiri kongres itu mempunyai cita-cita bahwa bangsa Arab Indonesia harus disatukan untuk kemudian berintegrasi penuh ke dalam bangsa Indonesia. Dalam konferensi itu para pemuda Indonesia keturunan Arab membuat Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab, yaitu:
  1. Tanah Air Peranakan Arab adalah Indonesia.
  2. Peranakan Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri (mengisolasi diri)
  3. Peranakan Arab memenuhi kewajibannya terhadap tanah-air dan bangsa Indonesia.
Menurut A.R.Baswedan persatuan adalah modal utama bagi Arab peranakan untuk kemudian bersama-sama kaum pergerakan nasional bersatu melawan penjajah. Sebelum kongres itu seluruh keturunan Arab - biarpun mereka cerdas dan terkemuka - tidak ada yang mengakui Indonesia sebagai tanah air mereka. Mereka berpendapat, tanah air mereka di negeri Arab, bukan Indonesia. A.R.Baswedan menjadi pelopor bangkitnya nasionalisme kaum Arab yang awalnya enggan mengakui Indonesia sebagai tanah air.

Sejak kongres pada 4 Oktober 1934 itu keturunan Arab bersatu meninggalkan identitas keAraban. Semangat keAraban menjadi semangat keIndonesiaan dalam pergerakan nasional.

(dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar: