Kamis, 18 Juni 2020

Allah, Terima kasih Banyak



Adik saya tak dapat BAB selama dua minggu. Ia sudah minum berbagai obat pencahar untuk mengeluarkan kotoran dari dalam perutnya. Namun semua usahanya sia-sia. “Ia terkena kanker usus,” kata dokter setelah melihat hasil rontgen pada Januari 2009. Usus adik saya lalu dipotong. Kanker ternyata masih menjalar membelit erat ususnya. Ususnya harus dipotong lagi. Tubuhnya makin kurus dari hari ke hari, seperti tulang dibalut kulit tanpa daging. Pada 13 Mei 2009 ia menghembuskan nafas terakhirnya di sisi saya dan dua suster yang merawatnya. Bagi orang yang bertubuh sehat, BAB dianggap hal yang wajar, suatu hal yang sudah semestinya terjadi. Tapi para penderita kanker pencernaan harus kehilangan usus untuk mengeluarkan kotoran di dalam perut mereka, bahkan harus kehilangan nyawa.

Beberapa minggu lalu perempuan dengan pipi kanan bengkak duduk di kursi roda yang didorong seorang pria didampingi petugas medis. Perempuan itu dimasukkan ke ruang operasi di rumah sakit. Di ruang tunggu pria itu bercerita bahwa istrinya sakit gigi sampai gusinya bengkak. Dokter gigi memberinya antibiotik. Namun selama pengobatan antibiotik, gusi terus membengkak sampai istrinya harus dioperasi oleh ahli bedah mulut. “Ternyata sakit giginya berubah menjadi tumor. Ia tidak bisa makan selama giginya sakit,” kata pria itu. Bagi orang yang memiliki gigi utuh dan sehat, mengunyah makanan dianggap hal yang wajar, menjadi kegiatan sehari-hari, dan dianggap memang demikianlah yang harus terjadi dalam kehidupan. Bila kau memiliki gigi yang lengkap dan kuat, bersyukurlah meski mungkin lauk yang tersedia hanya sederhana. Ada orang yang ingin sekali memiliki gigi seperti dirimu.

Di sebuah kios yang menerima jasa fotokopi ada seorang pria yang kehilangan separuh lengan kanannya. Ia tak dapat lagi bekerja dengan tangkas. Bersyukurlah bila kita memiliki sepuluh jari tangan. Itu karunia Allah untuk kita. Mengetik keyboard komputer, menyentuh layar HP, adalah kegiatan ringan sehari-hari, menjadi hal yang biasa saja, dianggap memang sudah semestinya begitu. Sedangkan orang yang tak memiliki tangan sangat ingin memiliki anggota tubuh yang lengkap seperti dirimu. Fa bi ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān. Maka nikmat Allah manakah yang engkau dustakan? Apakah karunia itu akan kita gunakan dengan baik atau tidak, tentu pilihan ada di tangan kita.


Tidak ada komentar: