Rabu, 10 Juni 2020

Gubernur Ali Sadikin Menampar Sopir Truk

Ini cuplikan biografi Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI Jakarta, mengenai lalu lintas:

Lalu lintas di Jakarta brengsek. Sayalah yang paling tidak puas dengan keadaan itu. Para pengendara tampaknya sudah tidak mengenal lagi sopan santun lalu lintas, prikemanusiaan, dan rasa kasihan. Yang paling banyak melanggar disiplin dan kesopanan lalu lintas di Jakarta pada tahun terakhir jabatan saya adalah bus kota. Nomor dua, sopir-sopir sipil yang mengemudikan kendaraan ABRI (kini TNI), yang merasa lebih ABRI daripada ABRI yang asli. Nomor tiga, sepeda motor bersama angkutan umum.
Mengatur orang-orang bandel saya sampai harus bertindak keras. Sekali waktu dalam perjalanan menuju tempat upacara di Menteng Wadas, saya langsung turun tangan menindak seorang sopir truk di Jalan By Pass. Truk itu bermuatan pasir delapan ton. Kendaraan itu dengan seenaknya meluncur di bagian tengah jalan tanpa menghiraukan mobil-mobil lain di belakangnya, meski terus diklakson. Kendaraan yang saya naiki tepat di belakang truk itu.
Saya suruh sopir saya membunyikan klakson. Tapi truk itu terus saja meluncur, tak menghiraukan orang lain di belakangnya. Saya suruh sopir saya mengejar truk itu. Saya suruh sopir truk itu menghentikan kendaraannya. Tapi sopir truk tetap bandel, tidak mau berhenti. Ia bahkan mau melarikan diri. Akhirnya setelah dikejar terus barulah truk itu berhenti di tengah jalan. Mobil saya berhenti di pinggir jalan. Saya ke luar dari mobil. Setengah berteriak saya suruh sopir truk turun.
“Truk siapa ini?” tanya saya.
“Truk ALRI, Pak,” jawabnya.
“Mana surat tugas dan SIM-mu?”
Sopir truk memperlihatkan surat-suratnya. Saya langsung tanya lagi: “Apa kamu tidak merasa bersalah?”
“Tidak, Pak,” jawabnya. “Kan boleh saja jalan di kanan.”
Tanpa berkata apa-apa saya menamparnya.
“Kalau bawa muatan berat, apa boleh jalan di tengah?”kata saya.
Sebelum sopir menjawab, saya menamparnya lagi. “Seenaknya saja memakai jalan ini seperti jalanmu sendiri. Kamu tidak menghiraukan orang lain. Kamu memalukan ALRI. Saya juga ALRI.” Saya beri sopir itu peringatan keras: “Jadi ABRI jangan sembarangan.“
Di dalam mobil saya masih jengkel. “Dikira karena sudah ABRI, boleh semaunya. Malahan seharusnya sebaliknya. ABRI harus memberi contoh yang baik kepada rakyat. Terutama disiplin diperlukan dalam segala bidang.”
Sumber: buku Bang Ali Demi Jakarta 1966 – 1977

Tidak ada komentar: