Jumat, 26 Juni 2020

Tionghoa di Indonesia

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama selalu menyediakan waktu
untuk mendengarkan pengaduan warga Jakarta.

Sejak Batavia dibangun oleh Jan Pieterszoon Coen pada permulaan abad ke-17, penduduk China sudah banyak yang datang untuk bermukim di sini. Pada mulanya yang datang hanya pria China. Maka banyak di antara mereka yang kawin dengan perempuan pribumi. Keturunannya disebut China peranakan atau kiau-seng. Mereka kemudian banyak menikah dengan sesama keturunan China peranakan dan membentuk komunitas.
Setelah akhir abad ke-19 barulah para perempuan China datang ke Nusantara sehingga ada penduduk China yang disebut totok atau hookiau. Itu sebabnya ada penduduk China yang kulitnya kecoklatan dan ada pula yang kulitnya putih kekuningan. Ada yang matanya lebar dan ada yang sipit sekali. Bahkan ada pula China yang kulitnya sangat gelap seperti orang China Benteng di Tangerang dan petani China di Serpong. Aktor Tan Tjeng Bok yang terkenal pada 1950-an sampai 1960-an berkulit gelap sampai dijuluki Si Item.

Banyak pula keturunan China yang sudah berasimilasi penuh menjadi penduduk asli sehingga tidak mau lagi disebut sebagai keturunan China, padahal kulitnya terang dan matanya sipit. Bahkan ada yang menjadi lebih pribumi daripada orang Melayu, misalnya menjadi ustad atau tokoh masyarakat lokal. Lucunya ustad ini menunjukkan sikap antiCina.

Yang menarik, ada orang China yang menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ia bersungguh-sungguh bekerja menjadi pelayan warga, namun pada 9 Mei 2017 ia dipenjara karena dianggap menista agama terkait surat Al Maidah 51. Tuduhan penistaan agama itu didasarkan pada video pidatonya di kepulauan Seribu yang diedit Buni Yani, pria asal Lombok, yang beredar di media sosial. Gubernur Ahok atau Ir. Basuki Tjahaja Purnama menerima hukumannya dengan ikhlas. “Pada waktu saya menjadi Gubernur, saya menguasai kota. Di dalam penjara saya menguasai diri,” katanya.
Bisa menguasai diri adalah kemenangan yang sesungguhnya.


Tidak ada komentar: