Kamis, 16 April 2020

Turunnya Presiden Soekarno dan Naiknya Soeharto


Turunnya Presiden Soekarno terjadi secara bertahap selama satu hingga dua tahun, sejak 1966 hingga 1968. Kekuasaannya mulai berkurang ketika ia ‘terpaksa’ (atau dipaksa?) mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) pada 1966. Sampai sekarang tidak jelas benar mengapa Presiden Soekarno bersedia mengeluarkan Supersemar, yang artinya secara tidak langsung menyerahkan kekuasaannya kepada Soeharto. Mungkin karena situasi keamanan negara yang gawat atau kepercayaannya terhadap loyalitas Soeharto.

Setelah Supersemar keluar, Soekarno masih tetap resmi sebagai presiden. Kemudian dengan adanya wewenang khusus dari Presiden Soekarno, Soeharto segera membubarkan PKI. Keluarnya Supersemar ini segera dirayakan ABRI (kini TNI) dan para mahasiswa dengan show of force ke berbagai jalan utama di Jakarta pada 12 Maret 1966. ABRI mengerahkan tank dan panser-pansernya berkeliling dalam pawai kemenangan.

Pada 18 Maret 1966 lima belas Menteri anggota Kabinet Dwikora ditangkap Soeharto, di antaranya Soebandrio, Chaerul Saleh, Achmadi, Surachman, Oei Tjoe Tat, Moh. Achadi, Soemarno, dan Imam Sjafei (Mereka terkait atau bersimpati pada ideologi komunis). Presiden Soekarno mulai kehilangan para pengikutnya yang utama. Pada 27 Maret 1966 Kabinet Dwikora diisi Menteri-menteri baru untuk mengisi kursi-kursi Menteri yang kosong.

Kemudian Sidang Umum MPRS ke-IV diselenggarakan pada 17 Juni 1966 sampai 5 Juli 1966. Dalam sidang ini Presiden Soekarno menyampaikan pidato pertanggungjawabannya yang berjudul Nawaksara. Namun pidatonya dianggap kurang memuaskan oleh kebanyakan anggota MPRS. Maka MPRS meminta Presiden Soekarno untuk melengkapi pidato pertanggungjawabannya (Pidato ‘Pelengkap Nawaksara’ ditolak lagi oleh MPRS). Sidang Umum MPRS ke-IV secara aklamasi memilih Jenderal Abdul Haris Nasution sebagai Ketua MPRS yang baru. Dalam sidang ini MPRS juga mensahkan Supersemar sebagai keputusan resmi.

Pada 25 Juli 1966 Jenderal Soeharto membentuk kabinet baru sebagai pengganti Kabinet Dwikora, sesuai tugas yang diberikan Sidang Umum MPRS ke-IV. Kabinet baru ini dinamakan Kabinet Ampera. Pelantikannya masih dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 28 Juli 1966. Namun kabinetnya dipimpin oleh sebuah presidium yang diketuai oleh Jenderal Soeharto.

Pada 23 Februari 1967 Presiden Soekarno mengeluarkan pernyataan di Istana Negara bahwa ia menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Soeharto. Maka dalam Sidang Istimewa MPRS pada Maret 1967 Soeharto diangkat sebagai penjabat presiden. Sejak itulah Soekarno benar-benar kehilangan kekuasaannya. Soeharto kemudian dikukuhkan sebagai presiden resmi oleh MPRS pada 27 Maret 1968. Ini kemudian menandai dimulainya era yang dikenal sebagai Orde Baru. Soekarno kemudian dikenakan tahanan rumah di Wisma Yaso, bekas rumah Dewi Soekarno, sampai wafatnya pada 21 Juni 1970.

Sumber: buku Jakarta 1960-an, Kenangan Semasa Mahasiswa karya Firman Lubis

Tidak ada komentar: